Perintah yang Terabaikan

Perintah yang Terabaikan!!

 

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat”

(QS. An Nisaa: 58)

 

           

 

Ketika Allah swt mensifati orang-orang yahudi sebagai kaum yang meyembunyikan kebenaran dan suka mengkhianati amanat. Mereka berkata kepada orang-orang kafir dari kalangan mereka dengan perkataan; “mereka itu lebih mendapatkan jalan petunjuk dari pada orang-orang mu’min”, maka Allah swt memerintahkan kaum mu’minin di dalam ayat ini untuk menunaikan amanat-amanat di dalam semua urusan. Baik urusan-urusan itu termasuk ke dalam urusan-urusan keagamaan dan gerakan-gerakan kepemikiran atau urusan-urusan keduniaan dan sosialisasi kemasyarakatan.

Ar Razy berkata: “Ketahuilah! Bahwa pergaulan manusia terbagi kedalam tiga bagian, yaitu bersama rabbnya, bersama dirinya, atau bersama seluruh makhluk. Tentunya dalam hal ini konsep amanat haruslah diperhatikan dan dijaga di dalam tiga kelompok ini. Adapun menjaga amanat kepada Rabb, yaitu dengan cara mengerjakan seluruh perintah dan meninggalkan seluruh larangan-Nya hal ini bagaikan lautan yang tak bertepi. Ibnu Mas’ud berkata; “Amanat dalam segala halnya adalah sebuah kepastian, dalam wudhu, mandi, shalat, zakat, dan shaum” (Tafsir Kabir: 10/143).

Wudhu adalah sebuah amanat yang dituntut pada diri anda. Anda harus menunaikannya dengan sempurna, meratakannya, dan menerapkannya dengan benar dari Rasulullah saw baik dalam sifat maupun tatacaranya tanpa mengubah dan menguranginya sedikit pun. Mandi janabah pun adalah sebuah amanat yang wajib kita jaga bila ada faktor yang mengharuskan untuk itu. Kita wajib meratakan air keseluruh tubuh kita, hingga jangan sampai tertinggal sejengkal pun. Bahkan kita dianjurkan mandi sebagaimana Rasulullah saw mandi.

Demikian pula shalat adalah sebuah amanat yang dituntut pula dari diri anda. Anda harus menjaganya dengan cara menyempurnakan wudhu dan giat untuk datang di awal waktu, ikut menghadiri jama’ah, khusyu’ dan tunduk hanya untuk Rabbul ‘alamin. Anda dituntut untuk membaguskan bacaannya, tertib dan tenang di saat ruku’ dan sujud, lebih dari itu anda pun harus shalat sebagaimana Rasulullah saw shalat.

Tidak lupa zakat, yang masih bagian terpenting dari sebuah amanat. Dimana anda wajib untuk membyarnya setiap kali anda sampai pada batas yang telah diwajibkan, baik dengan harta, pertanian, atau peternakan. Anda harus mengeluarkannya dari jiwa yang baik, sempurna tanpa kurang satu apapun. Anda harus meletakkannya di atas tangan yang berhak dari golongan fakir dan miskin atau lainnya seperti yang telah Allah swt sebutkan dalam firmannya; “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para Mu’allaf yang dibujuk hatinya,untuk (memerdekaan) budak, orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah; Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Biajaksana” (QS. At Taubah: 60).

Shaum adalah sebuah amanat, anda wajib mendekatkan diri anda kepada Allah ta’ala di dalamnya. Melaksanakannya sebagaiamana perintah, tanpa mencela, mengumpat dan berbuat kefasikan. Jika ada seseorang yang menghina dan mencaci anda, maka katakanlah; “saya sedang shaum, saya sedang shaum” Tidak hanya itu, tapi seyogyanya pula pendengaran, penglihatan, dan anggota tubuh anda melakukan shaum. Jadikanlah hari dimana anda shaum, sebagai hari yang penuh dengan ketenangan dan ketentraman! Jangan samakan hari dimana anda shaum dengan hari-hari biasanya!

Maka, apabila setiap kali manusia bersungguh-sungguh untuk menunaikan seluruh peribadatan ini seperti yang diridhoi oleh Allah swt, sungguh dia adalah orang yang telah menunaikan amanatnya. Namun sebaliknya, setiap kali pula ibadah tersebut terlepas darinya, maka dia telah berkhianat terhadap amanatnya sebatas yang terlepas dari amanat itu.

Ibnu Umar ra berkata; “Sesungguhnya Allah swt telah menciptakan alat kelamin manusia, kemudian berfirman: “Ini adalah amanat padamu yang harus disembunyikan, jagalah dia kecuali dengan haknya” Maka apabila dia menjaga kemaluannya dari pandangan, sentuhan dan persetubuhan yang bukan haknya, sungguh dia telah menunaikan amanatnya. Dan setiap kali dia melakukan sesuatu yang telah diharamkan oleh Allah swt, maka dia telah mengkhianati amanat itu”

Telinga adalah amanat, anda wajib menjauhkan telinga anda dari mendengarkan hal-hal yang telah diharamkan oleh Allah swt untuk mendengarkannya. Entah itu musik, lagu, kata-kata kotor, menggosip, dusta atau kata-kata yang mencela Islam. Hendaknya anda menggunakan telinga anda untuk mendengarkan hal-hal yang diperintahkan oleh Allah swt kepada anda. Seperti mendengarkan al Qur’an, perkataan yang baik atau nasehat yang bagus.

Kedua mata adalah amanat, anda wajib menundukkan padangan anda dari hal-hal yang diharamkan oleh Allah swt. Seperti memandang wanita asing atau lainnya yang termasuk kedalam perhiasan dunia. Hendaknya anda memalingkannya kemudian mengarahkan pandangan anda kepada alam semesta di sekeliling anda atau keindahan langit dan bumi. Agar keimanan anda bertambah yang akhirnya keyakinan anda pun semakin mantap dan kuat.

Lisan juga sebuah amanat, anda harus menahannya dari semua hal yang diharamkan oleh Allah swt dan tidak terjerumus di dalamnya. Tidak berkata-kata dusta, menggosip, mengadu domba, bersumpah palsu, atau berbicara kepada Allah swt tanpa ilmu dan yang semisalnya. Hendaknya anda menggunakan lisan anda untuk membaca al Qur’an, dzikrullah (mengingat Allah), istighfar (bertaubat), memerintah kebaikan dan melarang kemunkaran, menyeru kepada kebaikan dan lain-lain yang termasuk kedalam kerangka perkataan yang baik. Maka katakan dan perbuatlah semisal ini kepada seluruh anggota tubuh dan panca indera kita.

Sedangkan amanat seseorang kepada dirinya, artinya adalah; dia hendaknya melihat kepada hal-hal yang memberikan manfaat dalam amanat itu kemudian dia mendatanginya, dan juga dalam hal-hal yang membahayakan amanatnya kemudian dia meninggalkannya. Dan tidak ada sesuatu pun yang dapat memberikan manfa’at kepada jiwa semisal iman. Sebaliknya tidak ada sesuatu pun yang dapat membahayakan amanat semisal kufur.

Hendaknya dia memilih jalan bagi amanat itu yang bermanfaat baginya untuk kemudian dia berjalan di atasnya, serta menjauhi jalan yang membahayakan amanatnya ketika berjalan di atasnya. Tidak ada hal yang lebih bermanfaat bagi jiwa dari pada jalan Allah yang lurus, yang tergambar di dalam peribadatan kepada Allah ta’ala di atas jalan Rasul-Nya, dan sebaliknya tidak ada jalan yang lebih berbahaya dari pada jalannya syaithan yang tergambar di dalam kesyirikan terhadap Allah ta’ala serta peribadatan kepada-Nya melalui jalannya hawa nafsu dan kebid’ahan.

Maka barang siapa yang memilih yang terbaik bagi dirinya di dalam amanat agama dan dunianya, sungguh dia telah menunaikan amanat diantaranya dan diantara dirinya. Dan barang siapa memperkuat syahwatnya, serta hawa nafsunya mengalahkan dirinya sehingga kufur mempengaruhi iman atau kemaksiatan di atas keta’atan dan bid’ah di atas sunnah maka dia telah mengkhianati jiwanya atau dirinya.

Adapun memelihara amanat terhadap seluruh makhluk, maka termasuk didalamnya adalah; keluarga yang terdiri dari isteri dan anak. Keluarga anda adalah amanat di samping anda. Anda wajib takut kepada Allah terhadap amanat ini. Dan memelihara kemashlahatan agama dan dunianya.  Serta memerintahkan mereka kepada kebaikan dan melarang mereka dari kemunkaran. Mengarahkan mereka kepada kebaikan, agar mereka mengamalkan hal itu sebagai penjagaan mereka dari api neraka sebagai mana yang telah Allah perintahkan kepada anda dalam firman-Nya: (QS. At Tahrim: 6), dan (QS. Thaha: 132).

Rasulullah saw bersabda: “Perintahkan anak-anak kalian untuk shalat ketika usia enam tahun dan pukullah mereka ketika usia sepuluh tahun”.

Kewajiban serorang ayah terhadap anaknya adalah mendidik mereka dan membaguskan pendidikan mereka. Dan memperkenalkan kepada mereka kewajiba-kewajiban mereka kepada Allah swt. Juga kewajiban-kewajiban mereka kepada Rasulullah saw, al Qur’an, tetangga, pengajar atau guru, teman, pejalan kaki dan di jalanan dengan cara menjahui bersenda gurau dan juga tak lupa kewajiban menjaga barang kepunyaan milik orang lain. Jadi secara globalnya,kewajiban seorang ayah adalah mengajarkan anak-anak mereka tentang bagaimana menjaga hak-hak Allah swt dan hak diri mereka, juga hak seluruh hamba. Maka apabila seorang ayah melaksanakan kewajiban-kewajiban tersebut , sungguh dia telah menunaikan amanat. Dan sebatas dimana mereka menyepelekan kewajiban mereka ini, maka disitulah terjadi khianat.

Termasuk kedalam bentuk penjagaan amanat ini adalah,orang yang pintar mengajarkan orang yang bodoh. Karena ilmu di tangan pemiliknya adalah sebuah amanat, Allah swt telah mengambil perjanjian dengan mereka untuk menyampaikannya kepada yang membutuhkannya. Allah swt berfirman: (QS. Ali Imran: 187). Dan Allah swt mengancam dengan ancaman dan balasan yang keras bagi orang yang menyembunyikan ilmu terhadap yang membutuhkannya. (QS. Al Baqarah: 159). Rasulullah saw bersabda: “Barang siapa yang menyembunyikan ilmu, maka ia akan dikekang dengan tali kekang dari api pada hari kiamat”

Maka wajib seorang yang alim mengetahui bahwa orang yang bodoh merupakan amanat yang dibebankan di atas pundaknya. Dia wajib untuk menasehatinya dan tidak boleh menipunya, serta memberikan petunjuk kepada jalan yang benar. Mengajarkan sunnah serta menjadikan dia mencintainya, dan mengenalkan bid’ah hingga menjadikan dia membencinya. Mengajarkan dia tentang ma’af dan toleransi, dan menjauhkan dia dari fanatisme kesukuan dan seruan jahiliyah.

Begitu pula amanat para pendidik dan pengajar kepada anak didiknya atau murid-muridnya. Murid adalah amanat di tangan seorang pengajar. Kewajiban yang dituntu dari seorang pengajar kepada muridnya sama sebagaimana kewajibannya kepada anaknya. Dia harus menasehatinya, mengarahkannya, mengajarkannya dan mendidiknya. Mengajaknya kepada kebaikan, memerintahnya kepada yang ma’ruf dan melarannya dari kemunkaran. Tidak menyepelekan kesungguhannya, dan tidak menyembunyikan sedikit pun ilmu kepadanya sebab bila dia melakukannya, sungguh dia telah berkhianat.

Pelajaran yang telah ditentukan bagi murid di sekolah adalah amanat di pundak para guru.Mereka wajib bertaqwa kepada Allah di dalam pelajaran ini, dan menunaikannya dengan amanat, dan mengerjakan kewajibannya dengan penuh rasa ikhlas ketika dia menerangkan pelajaran, menjawab permasalahan, mengajarkan yang belum mengerti. Dan dia tidak boleh menyampaikan apa yang ada padanya kemudian meninggalkan murid baik faham atau pun tidak.

Pengawasan ketika ujian pun adalah sebuah amanat. Wajib bagi dia untuk mengawasi dengan cara membuat aturan yang tegas dan tidak toleransi terhadap murid yang menipu atau curang. Rasulullah saw bersabda; “Barangsiapa yang menipu, maka bukan golongan kami”

Perbaikan di dalam ujian pada akhir tahun adalah amanat. Wajib bagi para pendidik untuk bertaqwa kepada Allah swt di dalamnya, tidak menilai seorang murid hanya dari dirinya saja, dan memutuskan rangking di antara mereka dengan adil. Jangan menjadikan seorang murid anak kesayangan dikarenakan dia belajar kepadanya atau karena dia adalah anak temannya, shahabatnya, atau kerabatnya. Apabila dia melakukan hal tersebut, maka dia telah berkhianat.

Amanat lainnya adalah, hajat hidup orang banyak yang ditanggung oleh para pegawai pemerintahan. Kemashlahatan umum ditangan  para pegawai adalah sebuah amanat. Pemerintah telah menempatkan setiap pegawainnya pada posisinya untuk bertugas melayani kebutuhan masyarakat, kesejahteraan mereka dan menghilangkan permasalahan mereka. Maka wajib bagi setiap pegawai untuk takut kepada Allah terhadap amanat ini. Hendaknya mereka bertugas dengan penuh rasa ikhlas, dan tidak boleh berlebihan didalamnya atau mungkin meremehkan.

Semua bentuk amanat di atas hanyalah segelintir dari bentuk amanat yang dibebankan di atas pundak kita. semua itu adalah perintah, perintah dari Rabb yang Maha Mensyukuri dan tidak pernah menyia-nyiakan amal hamba-Nya. Amanat tidak akan pernah luput dari catatan dan pengawasan-Nya.

Begitu berat dan besarnya perintah amanat ini, sehingga kita sering melupakan dan mengabaikannya. Tak heran bila gunung, bumi dan langit enggan untuk memikulnya.  Wassalam (Red)

Mari Menjemput Surga-Nya…

assalamuallaikum,
Pernahkah anda berpikir… Sudahkah anak anda aman dari perzinahan?
Pernahkah anda renungkan … sudahkah keponakan, sepupu, adik, atau kakak anda terhindar dari zina?
Apakah anda tahu secara detil apa itu zina?
Seberapa berbahayakah Zina?

coba anda cermati data berikut ini…
62% pelajar se-Indonesia dari tingkat SMP sampai Perguruan Tinggi sudah TIDAK PERAWAN
90% pelajar se-Indonesia dari tingkat SMP sampai Perguruan Tinggi sudah MELAKUKAN TINDAKAN SEKS
96% pelajar se-Indonesia dari tingkat SMP sampai Perguruan Tinggi sudah pernah BERCIUMAN

Ada apa ini?
Sudah begitu hancurkah moral dan iman anak-anak zaman sekarang?
tidak adakah yang dapat kita perbuat?
jika ada… program apakah salah satunya yang bisa merubah semua ini?

Jawabnya ada!
Program Wakaf Majalah GERIMIS METAMORFOSA dengan tema “KETIKA ZINA MENJADI BIASA”
sebanyak 4500 majalah GERIMIS METAMORFOSA akan disebar di:

98 sekolah tingkat SMP (khusus untuk Guru)
92 sekolah tingkat SMA (pelajar dan guru)
32 Universitas/ Perguruan Tinggi (Mahasiswa/i dan Dosen + Perpustakaan)

dengan program ini maka hukum islam mengenai perzinahan dapat diketahui dan dipahami dengan mudah
karena disampaikan dengan bahasa yang ringan dan sederhana sehingga mudah dipahami. dengan penanaman
ilmu agama yang benar maka akan dapat memberikan perubahan dalam pola berpikir dan menanamkan
rasa takut atas perbuatan zina sehingga pada akhirnya angka perzinahan dapat ditekan seminimal mungkin

bagaimana cara berpartisipasinya?

salurkan donasi anda ke BNI SYARIAH no rek 0096758870 atas nama PT. MARWAH INDO MEDIA
kirimkan data lengkap anda ke no 0856-836-8860
dengan mengirimkan data yang lengkap maka kami akan dapat memberikan laporan distribusi majalah yang diwakafkan kepada anda

insya ALLAH kami amanah… berapapun donasi yang anda berikan maka akan kita salurkan walau hanya 1 majalah

untuk keterangan lebih lanjut bisa hubungi Program Manager Wakaf Majalah kami di no 0821-2483-5017 dengan bapak Arief Rakhmanto

mudah-mudahan semua niat dan amal baik kita dicatat sebagai pahala yang akan menjadi sebab kita layak mendapatkan ridho Allah dan surga-Nya

Wassalamuallaikum

Arief 

DIA Tidak Akan Jemu Mengampunimu

Saudaraku

Ketika dosa-dosa membentuk pagar kokoh yang menghalangi kita dari kebaikan. Ketika kabut maksiat menyelimuti hati sehingga menyamarkannya dari petunjuk. Ketika kehidupan kian gersang laksana hamparan sahara luas yang tandus nan kering. Ketika gerak langkah hanya mengikuti fatamorgana yang tiada nyata. Curahan hujan nikmat dari langit pun tidak bisa menjernihkan matanya yang penuh debu dosa untuk menapaki kehidupan.

Maka, ketahuilah bahwa kita memiliki Rabb yang mau mengampuni semua dosa-dosa bila Dia mendengar kita dengan sepenuh hati bersimpuh melantunkan permohonan ampun.

Taubat…. Ya, taubatlah yang akan merobohkan pagar dosa penghalang kebaikan dan menghembuskan angin ketenangan yang menyingkirkan kabut kegelisahan maksiat. Taubat pula yang akan menjadi tetesan embun pencuci noda dosa yang membutakan mata hati.

Taubat merupakan suatu hal yang niscaya. Bahkan, seorang yang beriman pun diperintahkan untuk bertaubat. Karena tidak ada seorang manusia pun yang luput dari salah dan dosa.

Alloh  sangat senang melihat hamba-Nya bertaubat. Bahkan lebih senang dari hamba itu sendiri. Tangan-Nya senantiasa terulur untuk mengampuni hamba-Nya yang durhaka siang dan malam.

Rasulullah  bersabda: “Sungguh, Alloh mengulurkan tangan-Nya di malam hari untuk memberikan ampunan kepada mereka yang melakukan dosa di siang hari. Alloh juga mengulurkan tangan-Nya di siang hari untuk memberikan ampunan bagi orang yang melakukan dosa di siang hari.” (HR. Muslim)

Wahai jiwa yang berlumuran nanah perbuatan keji dan mungkar, ingatlah bahwa Alloh  telah berjanji, “Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kalian berputus asa dari rahmat Alloh. Sesungguhnya Alloh mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Az-Zumar [39]: 53)

Dia telah berjanji kepada hamba-hamba-Nya. Selama mereka masih memohon dan mengharap ampunan-Nya, Dia pasti akan mengampuni sebesar apapun dosa mereka. Bahkan, sekiranya dosa mereka memenuhi seisi langit dan bumi, kemudian mereka memohon ampun, niscaya Alloh akan mengampuninya.

Sungguh malang orang yang menganggap dirinya suci. Ia enggan untuk memohon ampun. Padahal, bagaimana bila dalam jasadnya ternyata hanya ada jiwa tercela, hati yang keras, sukma yang tua, pikiran yang pasif, raga yang membangkang dan semangat mementingkan dunia daripada akhirat? Sungguh, kemalangan di atas kemalangan.

Wahai jiwa yang telah menjadi budak kemaksiatan! Wahai jiwa yang tergoda bujuk rayu setan! Bertaubatlah atas dosa-dosa sebelum raga meregang nyawa. Bertaubatlah sebelum terlambat, meski mungkin akan terjatuh kembali ke dalam perbuatan dosa. Demi Alloh! Dia Yang Maha Pengampun tidak akan jemu mengampuni hamba, hingga sang hamba jemu memohon ampunan-Nya. Wallohu a’lam.

Lidah…

Ketika kita menyantap sebuah hidangan, biasanya kita sudah bisa membayangkan rasa makanan yang ada di hadapan kita. Hal itu karena manusia diciptakan Allah SWT dengan kelebihan dimana ia bisa mengingat berbagai macam rasa, bentuk ataupun bau.

Lidah adalah bagian tubuh yang memiliki banyak syaraf, itulah kenapa lidah bisa membedakan berbagai macam rasa dan keadaan suatu benda yang ada di mulut. Adapun fungsi lidah ini sangat banyak, bisa menjadi indera perasa aneka rasa seperti: manis, asam, pahit, panas, dingin, kasar, halus, nyeri dan lainnya dan ia juga bisa menjadi alat komunikasi seperti berbicara yang dengan sebab ini manusia bisa berinteraksi sosial dengan lingkungannya dan apa yang diucapkannya adalah mencerminkan pribadinya. Bahkan masih banyak lagi kegunaan dan manfaat lainnya dari lidah.

Dalam keseharian, kita temukan diri kita dikelilingi ribuan aneka rasa dan aroma yang menambah keindahan yang tak terkira dalam hidup kita. Bayangkanlah rasa khas setiap makanan yang kita nikmati. Kini, marilah kita berpikir sejenak. akan seperti apa jika semua rasa dan aroma bau tersebut sirna, atau tak pernah ada. Bahkan membayangkan ketiadaan semua itu untuk sesaat saja sudah cukup membuat kita mengakui betapa berharganya nikmat rasa tersebut bagi kita. Yang menyediakan segala kenikmatan ini adalah Allah SWT, Pencipta semua makhluk hidup. Allah SWT berfirman, “Dan jika kalian menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kalian tidak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun Lagi Maha Penyayang.” (QS. An Nahl, 18)

Meskipun rasa dan bau terdapat dalam ragam dan jumlah yang berlimpah, kita mampu membedakannya dengan mudah satu sama lain. Ini terjadi karena Allah SWT menciptakan seluruh aneka kenikmatan ini beserta perangkat (alat) yang memungkinkan kita mengenali perbedaannya masing-masing. Perangkat pengindera rasa ini bekerja dengan sempurna sepanjang hidup kita.

Ketika rasa dari makanan yang kita santap ini berkurang kita pun bisa mendeteksinya padahal ini baru berkurangnya aroma dan rasa, bagaimana jika tiba-tiba saja, entah karena peristiwa tertentu jika Allah SWT kehendaki semua ribuan aneka rasa dan aroma hilang sama sekali dalam kehidupan kita. Apa yang akan terjadi? atau, jika secara mendadak beragam rasa dan bau saling tertukar satu sama lain, akankah hidup anda menjadi nikmat? Misalnya, rasa buah jeruk berubah menjadi rasa sop ayam, air selokan kotor berganti rasa dan aroma selezat coklat, air minum yang biasanya tawar berubah sehingga berasa asam cuka, bau badan manusia yang telah ataupun belum mandi berubah menjadi semerbak bau ikan ami, dan sebagainya. Yang pasti, semua ini akan memunculkan masalah besar dalam kehidupan kita, kita tidak akan menikmati hidup ini.

dengan berpikir sebagaimana di atas, kini jelaslah bahwa aroma dan rasa bukanlah persoalan sederhana. karenanya, tidak sepatutnya kita hanya memandang sebelah mata terhadap masalah ini tanpa sedikitpun keinginan untuk merenungkannya. Yang jelas, tak seorang manusiapun pernah mengaku sebagai pihak yang telah memunculkan aneka rasa dan aroma di dunia ini. Tak satupun manusia yang mampu menciptakan indera perasa yang dimilikinya. Dan tak seorangpun mampu menjelaskan asal usul keberadaan rasa, bau dan mekanisme yang menjadikannya ada, tanpa mengacu kepada kecerdasan Maha hebat di balik ini semua. Dialah Allah, Pencipta segala sesuatu secara sempurna. Semua ciptaan Allah dari yang terbesar hingga yang terkecil, dari yang tampak hingga yang tidak terlihat, memiliki rancangan yang rumit dan sempurna. Kesempurnaan ini hanya akan dipahami oleh mereka yang menggunakan akal nuraninya, yang berpikir dan bekerja keras meneliti alam ciptaan-Nya ini.

Dan termasuk salah satu nikmat agung yang diberikan oleh Allah SWT kepada kita adalah nikmat mampu berbicara. Dengan kemampuan tersebut seseorang bisa mengutarakan keinginannya, mampu menyampaikan perkataan yang benar dan mampu beramar ma’ruf dan nahi mungkar. orang yang tidak diberi nikmat mampu berbicara, jelas dia tidak akan mampu melakukan hal di atas. Dia hanya bisa mengutarakan sesuatu dan memahami orang dengan isyarat atau dengan cara manulis, jika dia mampu menulis. Allah Ta’ala berfirman, “Dan Allah membuat (pula) perumpamaan dua orang lelaki, yang seorang bisu, tidak dapat berbuat sesuatupun dan dia menjadi beban bagi penanggungnya, kemana saja dia disuruh oleh penanggungnya dia tidak dapat mendatangkan suatu kebajikan pun. Samakah orang itu dengan orang yang menyuruh berbuat keadilan yang berada di atas jalan yang lurus?” (QS. An Nahl:76)

Namun sebagian manusia yang berlebih-lebihan justru berpaling dari nikmat Allah SWT, mereka menyianyiakan semua itu dan tidaklah nikmat itu sedikitpun menjadikannya ingat kepada Allah SWT. Sebagian mereka merusaknya dengan menindik lidah, bibir, hidung, dan lain-lain. Mereka melakukan hal ini untuk berbuat sombong di hadapan manusia dan tak sedikitpun ada manfaat pada apa yang mereka kerjakan, bahkan hanya akan mendatangkan adzab baginya di dunia dan akhirat.

Lidah memiliki banyak syaraf namun dengan adanya benda asing di dalam rongga mulut akan memunculkan gangguan bicara, kesulitan mengunyah dan menelan, produksi air liur yang berlebih dan kebiasaan bruksisme (menggertakan gigi tanpa sadar). Selain itu perbenturan antara perhiasan dengan gigi yang terus menerus akan mengakibatkan patahnya gigi. Sedangkan benturan dengan jaringan penyanggah gigi akan mengakibatkan kerusakan gusi dan tulang penyanggah gigi.

Lidah mengandung banyak pembuluh darah, sehingga proses menindik akan menyebabkan pendarahan berlarut-larut. Bila penindikan dilakukan tanpa memperhatikan sterilisasi alat, akan menyebabkan infeksi yang mudah menyebar ke tempat lain. Pembengkakan lidah yang merupakan reaksi normal setelah proses penindikan akan menjadi berbahaya jika pembengkakan tersebut berlebihan yang akhirnya akan mempersempit saluran pernafasan. Bila penindikan menyebabkan putusnya urat syaraf, lidah akan mengalami kelumpuhan sebagian maupun total. Bila higienis mulut tidak diperhatikan, perhiasan dalam mulut akan menjadi tempat yang sangat baik bagi perkembangan bakteri yang mengakibatkan infeksi di gusi dan pipi bagian dalam. Bila ukuran perhiasan tidak cukup besar mengisi lubang tindik, perhiasannya bisa lepas dan tertelan atau bahkan masuk ke saluran pernafasan.

Bagian tubuh manusia ini begitu sederhana, lunak dan tak bertulang. Namun tersimpan kekuatan yang sangat besar. Yang bisa dengan mudah mengendalikan ratusan, ribuan bahkan jutaan orang. Kekuatannya bisa melebihi pedang yang ukurannya lebih besar. Maka hati-hatilah dengan lidah, pergunakanlah ia sebagai sarana kemaslahatan. Jangan biarkan lidahmu menyeretmu ke jurang kesesatan, karena setiap kata yang terucap, maka malaikat akan senantiasa mencatatnya. Kita sering tidak sadar dengan kata-kata yang sering terucap dari mulut kita. Kata-kata itu bisa menyakiti lawan bicara kita, dan bahkan bisa menumbuhkan rasa permusuhan, dan adu fisik.

Itulah realita yang sering kita saksikan. Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir maka ia mengucapkan yang baik atau diam. Dan barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah ia menghormati tetangganya, dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah ia memuliakan tamunya.” (HR. Bukhori dan Muslim)

Lidah… organ kecil dari tubuh tapi merupakan nahkoda yang mengendalikan hidup kita. Tergantung bagaimana kita memegang kemudi itu. Jika kita tidak bisa mengendalikannya, hancurlah seluruh hidup kita. Orang yang benar-benar beriman akan takut dengan adzab Allah SWT dan akan senantiasa mengharapkan pahala dari-Nya, serta selalu melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya. Oleh karena itu, selagi Allah masih memberikan nikmat dapat berbicara kepada kita maka pergunakanlah dengan sebaik-baiknya, gunakanlah lidah itu untuk menyerukan kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar. Jangan gunakan lidahmu untuk sesuatu yang tidak memiliki kemaslahatan. Seseorang yang berakal dan memiliki iman hendaklah ia diam kecuali jika dibutuhkan untuk berbicara. Banyak orang yang menyesal karena berbicara namun sedikit sekali orang yang menyesal karena diam.

Ketahuilah wahai saudaraku bahwasanya manusia yang paling lama penderitaannya dan sengsara adalah yang disiksa karena kesalahan lisan dan dukungan hatinya. Sebagaimana firman Allah SWT, “Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahu, karena pendengaran, penglihatan dan hati semua itu akan dipintai pertanggung jawabanya.” (QS. Al Isro:36)

Muamalah dengan kaum KUFFAR

Di dunia ini, manusia tidak dapat hidup sendiri. masing-masing membutuhkan orang lain. Dan orang yang kita butuhkan itu belum tentu orang yang seagama dengan kita. Islam sebagai agama yang universal telah memberikan tatanan yang universal pula, yang dalam beberapa kondisi tertentu bersinggungan dan bahkan mungkin “bermesraan” dengan sebagian dari mereka, semisal diperbolehkannya pernikahan lelaki muslim dengan wanita ahli kitab.

dalam hal muamalat, hukum fiqih kita mengenal yang namanya jual beli (bay’), upah jasa (ijaarah), hadiah, sedekah, pajak perdagangan khusus untuk orang kafir (mukus), jizyah, kesaksian orang kafir, membesuk orang sakit, dan bab tolong menolong dalam kebaikan. Semua itu diatur dengan rapi hingga tak ada yang terlewatkan.

dalam hal jual beli dapat dilihat dari apa yang dikeluarkan oleh Imam Bukhari dan Muslim serta Imam Ahmad dari Aisyah ra, bahwa Nabi saw telah membeli makanan dari seorang Yahudi dengan menunda pembayaran sampai batas waktu tertentu dan beliau memberikan jaminan kepadanya berupa baju besi.

dan perihal kehalalan makanan ahli kitab (baca: sembelihan mereka terhadap binatang-binatang yang halal) pun telah ditetapkan dalam Al-Quran sebagaimana firman-Nya dalam surat Al-Maidah ayat 5 yang sekaligus menghalalkan wanita-wanita yang baik-baik dari mereka untuk dinikahi oleh lelaki Muslim.

dalam hal mempekerjakan orang kafir dengan memberi upah atau dengan istilah fiqihnya disebut ijaarah kita dapati contoh dari Rasulullah saw saat beliau hijrah bersama Abu Bakar ra. Seorang kafir diminta Rasululloh saw menunjukkan jalan (sebagai guide) dalam perjalanan menuju Yastrib / Madinnah dengan suatu upah. Umar bin Al Khaththab ra pun juga pernah mempekerjakan orang-orang Nasrani sebagai juru tulis kekhalifahan dan beliau saw membayar upah mereka. menerima hadian dari mereka ataupun memberikannya kepada mereka juga merupakan hal yang diperbolehkan. adalah Salman Al-Farisi ra, saat ia masih dalam agama Nasrani, menguji tanda kenabian beliau dengan memberikan sedeqah, karena sebagaimana ia dengar dari pendeta Nasrani, bahwa ciri nabi terakhir itu tidak mau makan dari sedeqah dan mau makan dari hadiah. Beliaupun menerima sedeqah dari Salman itu namun diberikan lagi oleh beliau saw kepada para sahabatnya. Beliau tidak mau makan darinya. Ketika Salman memberikannya atas nama hadiah beliaupun menerimanya dan ikut memakannya.

Seorang wanita Yahudi saat perang Khaibar memberikan hadiah berupa gulai kambing kepada beliau saw. Beliau pun memakannya. Seorang sahabat beliau saw, ikut juga makan namun ia menemui ajalnya karena gulai tersebut dicampuri racun . Rasulullah saw memaafkan atas apa yang dilakukannya atas diri beliau saw. Namun beliau saw meng-qishashnya karena kematian sahabat itu. Hukum qishash seperti ini berlaku atas mereka yang kafir sebagaimana berlaku atas sesama muslimin.

Rasulullah saw menawarkan hadiah kepada Suraqah yang mengejar dan hampir saja membunuh beliau saw di saat perjalanan hijrah. Hadiah ditawarkan apabila ia mau kembali dan menghalau para pengejar agar tidak mengejar lagi. Hadiah itu diterimanya pada masa Umar bin Al Khaththab ra dengan jatuhnya Persia berupa gelang-gelang kaisar.

Rasulullah saw memberikan makanan kepada seorang miskin yang buta di pasar Madinah. Makanan itu beliau saw kunyah hingga lembut, lantas beliau suapkan ke mulutnya. Padahal kebiasaan orang itu memaki-maki Rasulullah saw. Rasulullah saw membesuk orang kafir yang sakit, padahal setiap harinya ia mengganggu perjalanannya untuk beribadah di rumah Allah, lantas si kafir itu pun masuk Islam.

beliau juga membesuk seorang anak remaja Yahudi yang biasa melayani Rasululah saw. Beliau duduk di sisi kepadalnya lantas berkata, “Masuk Islamlah kamu!” Maka anak itu memandangi ayahnya yang juga ada di sisi kepalanya. Lantas sang ayah itupun berkata, “Taatilah Abul Qosim!” Maka anak itu pun memeluk agama Islam. Maka nabi saw bangkit dengan mengucapkan, “Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkannya melalui diriku dari sengatan api neraka.”

Beliau juga membesuk seorang kafir dari Bani Najjar. Beliau berkata, “Wahai Khal (paman dari jalur ibu), ucapkanlah Laa ilaaha illallah!” ia menjawab, “Ya khal lah…!” ia berkata, “Apakah ucapan laa ilaaha illallah itu baik bagiku?” Nabi menjawab, “Ya!”

Rasulullah saw memberikan jaminan kepada penduduk kafir Makkah ketika beliau sudah menguasai mereka. Beliau berpesan kepada Abu Sufyan saat hendak masuk Makkah, “Barangsiapa yang masuk Al-Masjidil Haram maka ia aman. Barangsiapa yang masuk rumah Abu Sufyan maka ia aman. Dan barangsiapa yang masuk rumah mereka maka ia aman.” Beliaupun juga bersabda saat di hadapan mereka, “Pergilah kalian dalam keadaan bebas.” Tak ada pembalasan. Tak ada hukuman. Bahkan di antara yang beliau saw ucapkan adalah apa yang dikatakan Nabi Yusuf as kepada saudara-saudaranya, “Tak akan aku sebut lagi dosa-dosa kalian. Semoga hari ini Allah mengampuni kalian. Dia adalah Dzat yang Maha Kasih di antara para pengasih.” Maka merekapun berbondong-bondong memeluk agama Islam. Benar-benar pesona kepribadian yang sangat ISTIMEWA!! LUAR BIASA!!

Rasulullah saw dalam sebuah perjalanan pulang dari peperangan mampir bersama shahabatnya berteduh di bawah pepohonan yang rimbun. Para shahabat mempersilahkan beliau saw berteduh di bawah pohon yang paling rindang. Semua istirahat dan tidur. Seorang badui datang dan mengambil pedang beliau saw yang tergantung di ranting pohon. Lantas ia berkata, “Muhammad, siapa yang akan menghalangimu dariku?” Beliau terbangun dan menjawab, “Allah!!” maka gemetaranlah tangan orang itu. Pedang pun jatuh dan ia pun roboh. Beliau ganti mengambil pedang itu dan berkata, “Sekarang siapakah yang akan menghalangimu dariku? Ia menjawab, “Maaf dan belas kasihmu.” Beliau menawarkan Islam namun ia menolaknya. Walau menolak ia berjanji untuk tidak memusuhinya lagi dan tidak akan bersama orang-orang yang memusuhinya. Maka Rasulullah saw melepaskannya. Ketika Badui itu bertemu dengan orang-orang kafir ia berkata, “Aku baru saja bertemu dengan manusia terbaik dari seluruh manusia.”

Islam juga tidak melarang orang-orang kafir yang mengikat perjanjian damai dengan negeri Islam, untuk mengadakan perdagangan di negeri Islam. Hanya saja negeri Islam membebani mereka dengan pajak 10% (mukus) dari dagangan mereka itu.  Sedangkan bagi mereka kafir dzimmi, yaitu kafir yang hidup di negeri Islam dan tunduk dengan tata aturan kependudukan di negeri Islam, ia membayar pajak dzimmah (jaminan perlindungan) yang disebut jizyah. Bagi mereka jaminan keamanan penuh. Tak ada paksaan untuk memeluk Islam. Baginya kebebasan dalam agama yang dipilihnya dan menjalankan aktifitas agama mereka di tempat-tempat ibadah mereka. Bahkan Rasulullah saw pun bersabda akan keharaman darah mereka, “Barangsiapa yang membunuh seorang kafir dzimmi maka akulah yang akan menjadi lawannya di persidangan hari kiamat nanti.”

Di antara perkara yang dibolehkan dalam Islam adalah peristiwa kematian yang meninggalkan suatu wasiat, dan tak ada yang menjadi saksi selain orang-orang non Islam. Maka dalam hal ini bisa saja memakai kesaksian orang-orang kafir yang diambil setelah kita usai shalat, lantas kedua saksi kafir itu bersaksi dengan bersumpah seraya menyebut nama Allah, sebagaimana dalam surat Al-Maidah: 106.

Lebih dari itu semua. Dalam hal hukum munakahat (pernikahan), Islam membolehkan lelaki Muslim menikahi wanita ahli kitab yang tentunya harus tetap memegang rambu-rambu sebagaimana disebutkan di atas, harus dengan mengikuti aturan dan panduan-panduan yang diantaranya sebagai berikut,

* Qawamah (kepemimpinan) terhadap anggota keluarga yang sepenuhnya ada pada laki-laki (suami)

* Jaminan pendidikan anak dan agama mereka tetap dalam bimbingan Islam

* Mendakwahi dan mengajaknya kepada Islam

* Wanita ahli kitab itu wanita baik-baik

Menikahi wanita muslimah yang keluarganya masih kafir juga pernah diteladankan oleh Rasulullah saw. Seperti puterinya Abu Sufyan yang menjadi istri Nabi saw walaupun ayahnya masih kafir. Masih dalam hal munakahat juga. Rasulullah saw pun pernah mendapatkan hadiah untuk menikahi seorang wanita qibti bernama Mariyatul Qibthiyyah, sedang maharnya dibayarkan oleh raja Mesir

Ada juga kafir harbi, yaitu orang-orang kafir yang tinggal di negeri kafir, akan tetapi tidak mengikat perjanjian damai dengan negeri Islam. Tidak ada tukar-menukar duta besar dengan negeri Islam. Namun apabila ada seorang kafir harbi, yang ia datang ke negeri Islam, dan telah mendapatkan visa kunjungan atau visa lainnya, maka ia telah mendapatkan jaminan keamanan juga. Tidak boleh dibunuh atau disakiti. Kecuali jika ia melanggar aturan yang menyebabkan ia pantas untuk dihukum. Maka jika begitu ia dihukum sesuai perbuatannya.

orang-orang kafir harbi, di saat negeri Islam mengadakan ekspansi pembebasan (jihad) ke negeri mereka, maka yang pertama kali harus dilakukan adalah mendakwahi mereka. Menegakkan hujjah akan kebenaran Islam dan keuntungan memeluk Islam serta mengajak mereka untuk memeluknya. Jika mereka menerima maka mereka sama dengan kita. Tak ada perbedaan lagi kecuali dengan kacamata takwa saja. Apabila mereka menolak maka tidak boleh langsung diperangi. Ditawarkan kepada mereka syariat jizyah. Mereka tunduk dalam wilayah kekuasaan Islam, membayar upeti (jizyah) dan mereka mendapatkan jaminan keamanan dan perlindungan penuh. Mereka bebas menjalankan agama mereka di tempat-tempat peribadatan mereka. Jika keduanya ditolak maka baru perang dimulai. Namun tidak dengan membunuh wanita dan anak-anak serta orang tua yang tidak memerangi kita. Tidak pula orang-orang yang hanya beribadah di tempat-tempat ibadah mereka, juga tidak dengan menghancurkan tempat-tempat ibadah mereka. Kecuali jika mereka jadikan markas/benteng perang. Tidak dengan menebangi pohon atau membunuh ternak. Tidak merusak pertanian dan perkebunan mereka.

Jikapun harus membunuh tawanan perang, maka tidak dengan cara-cara kotor. Tidak ada mutilasi. Tidak dengan menyayat-nyayat, mengelupas kulit atau menggergajinya mili demi mili. Dan kapanpun si kafir mengucapkan laa ilaaha illallah, maka pedang wajib disarungkan kembali. Secara lahir ia tunduk, ia mengakui keesaan Allah, mau masuk Islam. Adapun soal hatinya maka hanya Allah saja yang tahu. Dan jauh sebelum itu, jika di sebuah negeri kafir telah berkumandang adzan, maka pasukan perang wajib mundur karena dakwah dengan damai telah mulai berjalan di negeri itu. Wallahu a’lam

Antara Tahun Baru, dan Topeng-Topeng Harapan

Diiringi teriakan-teriakan terompet yang entah apa maknanya, gempita tahuna baru kembali membahana. Kini, ritual penyembahan yang telah menjadi trend orang-orang kafir itu, juga telah menjadi trend kebanyakan kaum muslimin di berbagai penjuru dunia, termasuk negeri kita.

Kebanyakan orang menganggap tahun baru adalah momen penting yang diharapkan akan datangnya perubahan. Perubahan nasib, perubahan peruntungan, perubahan keadilan, perubahan keamanan, dan perubahan-perubahan positif lainnya. Maka tak heran di tengah harapan-harapan besar itu, di negeri ini, ketika memasuki awal tahun baru, para pemimpinnya atau orang-orang “besar”nya berlomba-lomba memberi ucapan selamat tahun baru di berbagai media massa dengan iring-iringan do’a agar bangsa atau masyarakat di negeri ini mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Baca lebih lanjut

Ikhlas Dan Niat

Renungan Harian Ikhlas Dan Niat

“Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan.[15] Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan[16]” (Qs. Hud [11] : 15-16).

Umar bin Khaththab berkata : Aku mendengar Rasulullah bersabda :
“Amal-amal itu hanya didasarkan pada niatnya dan setiap orang didasarkan apa yang diniatkannya. Barangsiapa yang hijrahnya kepada Allah dan rasul-Nya, niscaya hakekatnya dia berhijrah kepada Allah dan rasul-Nya.
Barangsiapa yang hijrahnya untuk dunia yang akan didapatnya atau wanita yang akan dinikahinya, niscaya hekekatnya dia berhijrah menurut masing-masing niat hijrahnya”. (Muttafaq `Alaih)

Abu Hurairah berkata : Aku mendengar Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya manusia pertama yang akan disidang pada hari kiamat adalah seseorang yang mati syahid. Saat itu dia dihadapkan ke muka persidangan, lalu ditempakkan kepadanya berbagai nikmat Allah, maka diapun mengakuinya. Allah bertanya : Apa yang engkau telah amalkan dengan nikmat-nikmat-Ku itu? Dia menjawab : Aku berperang demi-Mu, sampai aku meraih mati syahid. Allah pun berfirman: engkau dusta, sebenarnya engkau berperang agar engkau disebut pahlawan, dan itu sudah terjadi. Lalu dia diperintahkan untuk disungkurkan wajahnya hingga diceburkan ke dalam neraka. Kedua adalah seseorang yang belajar dan mengajarkan ilmu serta membaca Al Qur`an. Saat itu dia dihadapkan ke muka persidangan, lalu ditempakkan kepadanya berbagai nikmat Allah, maka diapun mengakuinya. Allah bertanya : Apa yang engkau telah amalkan dengan nikmat-nikmatKu itu? Dia menjawab :aku belajar dan mengajarkan ilmu serta membaca Al Qur`an karena-Mu. Allah berfirman : engkau dusta, sebenarnya engkau belajar ilmu agar engkau dikenal dan disebut orang yang alim serta engkau membaca Al Qur`an agar engkau dikenal dan disebut qori, dan itu sudah terjadi. Lalu dia diperintahkan untuk disungkurkan wajahnya hingga diceburkan ke dalam neraka. Ketiga adalah seseorang yang diberi keluasan berbagai kekayaan harta. Saat itu dia dihadapkan ke muka persidangan, lalu ditempakkan kepadanya berbagai nikmat Allah, maka diapun mengakuinya. Allah bertanya : Apa yang engkau telah amalkan dengan nikmat-nikmatKu itu? Dia menjawab : Tak ada satu jalanpun yang Engkau cintai untuk berinfaq di dalamnya kecuali akupun menginfaqkan hartak karen-Mu Allah pun berfirman: engkau dusta, sebenarnya engkau melakukan itu agar engkau disebut dermawan, dan itu sudah terjadi. Lalu dia diperintahkan untuk disungkurkan wajahnya hingga diceburkan ke dalam neraka. (Hr. Muslim)

Penjelasan Singkat :

Niat adalah pondasi amal. Diterima dan ditolaknya amal seorang manusia ditentukan dengan amalnya masing-masing. Barangsiapa yang beramal dengan penuh keikhlasan kepada Allah dan mengharapkan pahala di akhirat serta didasarkan pada sunnah Rasul-Nya, niscaya diterimalah amal tersebut. Barangsiapa yang berniat untuk selain Allah atau tidak murni (dengan bercampur) pada selain-Nya, niscaya amalnya tertolak dan akan menjadi bencana bagi pelakunya.

Beberapa Faedah :

1. Di antara syarat diterimanya sebuah amal adalah ikhlas, yaitu kemurnian gerak tujuan hati untuk Allah .

2. Begitu urgennya ikhlas, di mana suatu amal tanpa keikhlasan hanya menjadi bencana bagi pelakunya.

3. Kebaikan bentuk dzohir sebuah amal tidak berarti diterimanya sebuah amal.

4. Wajibnya memperbaiki niat dalam semua amal serta bersemangat dalam membangunnya.

Racun Kepalsuan

Seorang sahabat Rasul, menahun ia bertugas sebagai gubernur di Mesir. Bertinggal lama di negeri seberang, tentu membuat dia sangat rindu kampung kelahiran, namun, tugas mulia yang ia emban untuk menjaga keutuhan khilafah islamiyah lebih ia utamakan daripada sekedar pulang dan bersua dengan keluarga. Hingga pada suatu hari yang panas, di atas kerinduan yang memuncak, tersampailah obat penawar baginya, seorang sahabat Rasululloh lainnya, Ubaid datang menjenguknya.

Lama tak bersua, tentu membuat keduanya ingin segera menumpahkan kerinduan masing-masing, hingga kesan penampilan yang pertama kali dilihat pun menjadi bahan perbincangan diantara mereka berdua. Ubaid yang menurut riwayat juga adalah seorang pejabat ternyata terlihat tampak kusut rambutnya. “Kenapa rambutmu berantakan seperti itu, padahal engkau pejabat?” tanya sahabat Rasul itu.

Ubaid menjawab, “Sesungguhnya Rasululloh melarang kita untuk mengurusi rambut setiap hari.”
“Kamu juga tidak pakai terompah?” Tanya sahabat itu kembali
“Bukankah Rasul juga menyuruh kita, untuk sekali-kali jangan pakai terompah?” jawab ubaid lagi…

Saudaraku…

Sepenggal rambut dan sepasang sepatu adalah pesan. Tidak saja untuk sebuah selera penampilan. Tapi juga cita rasa ruhani yang mendalam. Rasululloh, dalam hadits tersebut, yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, Ahmad dan Nasa’i, ingin mengajarkan kepada kita pilar mendasar tentang prinsip keaslian.

Sejatinya seorang muslim haruslah mengerti tentang prinsip keaslian ini. Sebagaimana pada dasarnya kita diciptakan dengan keaslian fitrah yang luhur. Alloh berfirman dalam surat Al-A’raf: 172:
“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Alloh mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi.”

Dunia kita saat ini, sungguh merindukan kembali originalitas, keaslian. Manusia yang berperilaku original. Dari hari ke hari rasanya kita makin kenyang disuguhi panorama serba kepalsuan. Dunia yang berlumur gincu, kepura-puraan, dan dusta.

Di negeri ini, kita pantas untuk menggugat keotentikan. Kenapa di sebuah Tanah Air dengan mayoritas kaum muslimin dan penduduknya mengaku beragama, masih juga tumbuh mekar berbagai skandal dan penyimpangan?

Saksikan, bagaimana kebohongan dan kebatilan publik menjadi serba telanjang. Betapa hukum dipermainkan dengan logika hukum sendiri. Politik sekadar siasat, serba penuh dusta dan tipu daya. Berniaga hanya mengabdi pada keserakahan. Penjarahan kekayaan negara terkadang menjadi skandal publik yang penuh permainan agar tak terjerat hukum. Kemudian pada akhirnya hanya ditutup oleh dagelan di panggung politik yang para pemainnya saling tuduh-menuduh, tanpa jelas siapa pelakunya. Racun retorika telah mengemas serba kepalsuan menjadi hindangan publik yang harus diterima, dan seakan halal.

Berbagai penyimpangan moral dan perilaku primitif pun telah menjadi kelaziman umum yang jauh dari rasa malu. Budaya dan interaksi diantara sesama manusia melahirkan eksperimen-eksperimen baru dalam soal keindahan, juga pemaknaan yang sering dipaksakan, atau imajinasi-imajinasi yang liar dan penuh tipu daya. Semua itu mengantarkan manusia dengan cepat atau lambat menuju fase hidup yang menyukai kepalsuan.

Maka, meledaklah artis-artis yang bermodel telanjang yang dibilang keagungan seni. Maka, lahirlah industri-industri paranormal, nabi palsu dan sederet papan-papan reklame yang pada hakikatnya adalah racun yang akan mengantarkan manusia menuju jurang kehancuran fitrahnya.

Begitulah keadaan dunia kita saat ini. Namun sayangnya, ledakan-ledakan kepalsuan itu diiringi oleh sebagian pemuda muslim kita yang latah. Sungguh beban berat yang kita emban untuk mengembalikan mereka ke jalan kemurnian Islam.

Saudaraku…

Sejatinya sebagai seorang muslim, kita dapat menapaki hidup ini dengan berpijak pada keaslian fitrah, islam serta aqidah kita yang mulia.

Sandaran kita berpulang kepada riwayat asal mula kita ada, bahwa manusia diciptakan untuk beribadah kepada Alloh, menyembah, mentaati perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Sebab hidup ini begitu penuh tanggung jawab. Menuju akhir yang gelap di hari perhitungan. Sementara, amal kita hanya sedikit dan tak jelas apa akan sampai di kadar keridhaan.
vItulah sandaran yang menginspirasi segala macam kesopanan, kepatuhan, bahkan dalam soal selera penampilan. Yang mengajarkan kepada kita dari mana kita memulai titik pertama arah hidup, selera, gaya, ekspresi dan cita-cita. Bahwa kita harus menyembah-Nya, mengikuti aturan-Nya, dan mengerti juga apa intisari dari tujuan Ia menciptakan.

Orang-orang yang benar-benar beriman, lelaki atau perempuannya, mengerti betul fungsi keindahan. Tapi ia tidak menjadikan seluruh umurnya untuk bersolek. Ia tidak menghabiskan seluruh usianya untuk melicinkan rambut, melentikkan bulu mata, atau meronakan air wajah. Ia mengerti, mana batas keindahan dengan kepalsuan. Ia mengerti, mana batas kepatuhan dan ketawadhuan.
Seorang mu’min, laki-laki atau perempuannya, menyadari bahwa ia punya ruang di dalam dirinya untuk selera keindahan. Ia punya kadar aslinya untuk merapikan diri dan berhias. Ia juga mencintai keindahan karena Alloh pun mencintai keindahan. Bahkan ia punya caranya sendiri menempatkan semua cita rasa keindahan, fisik maupun non fisik, sebagai bagian cara yang halal, untuk merawat cintanya kepada pasangan yang halal. Tapi begitu pun ia tak memenuhi seluruh langit jiwanya dengan nafsu berdandan.

Sebagaimana ia sepenuh hati menjiwai, betapa kepalsuan tidak semata soal permak wajah, tapi juga perangai, tindak-tanduk, tutur kata, cara pandang terhadap orang dan juga hobi. itu sebabnya, kepalsuan-kepalsuan perangai, bisa menjerumuskan pelakunya, menjadi penumpuk dusta. Hingga akhirnya semua dusta itu menyeretnya ke dalam neraka. Rasululloh menasehati:
“Sesungguhnya dusta itu bisa menyeret kepada kekejian. Dan kekejian itu akan menyeret pelakunya ke dalam neraka.” (HR. Bukhari)
Barang palsu selalu diburu karena lebih murah dari yang asli. Namun, pada taraf identitas dan harga diri, yang palsu seolah dianggap lebih mahal dan layak dipertahankan. Bahkan repotnya, kepalsuan pada zaman ini justru dijadikan kurikulum kehidupan. Orang diajari untuk berbohong, bila perlu dengan memakai dalil agama.

Kita memang sedang dikepung oleh kepalsuan seperti itu, maka diperlukan cara pandang keimanan yang mampu menembus batas-batas materi. Kita di sini melihat keindahan dunia, tetapi mata hati kita harus melihat jauh ke sana, ke keaslian kampung akhirat sana. Ini memang tidak mudah, karena keaslian terkadang hanya kita pakai di saat kita sulit, tetapi di saat kita senang, kepalsuan kita pertontonkan kembali.
“Maka apabila mereka naik kapal mereka mendoa kepada Alloh dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya; maka tatkala Alloh menyelamatkan mereka sampai ke darat, tiba-tiba mereka (kembali) mempersekutukan (Alloh), agar mereka mengingkari nikmat yang telah Kami berikan kepada mereka dan agar mereka (hidup) bersenang-senang (dalam kekafiran). Kelak mereka akan mengetahui (akibat perbuatannya).” (QS. Al-Ankabut: 66).

Nilai Sebuah Kebanggaan

Nilai Sebuah Kebanggaan

“…Janganlah kamu terlalu bangga; sesungguhnya Alloh tidak menyukai orang-orang yang terlalu membanggakan diri.” (QS. Al Qashash : 76)

Saudaraku…

Kadangkala, seseorang mengenal kebenaran dan ingin mengikutinya, akan tetapi dia terpedaya oleh dirinya, sehingga tetap dalam kemaksiatan dan kekafirannya! Ya, terpedaya oleh jabatan, harta, dan kedudukan, se-hingga ia tidak dapat istiqamah di atas dien dan lebih membanggakan itu se-mua, sombong terhadap kebenaran dan merasa dirinya tercukupi, pada-hal akhirat jauh lebih baik dan kekal.

Di dalam Al-Qur’an, kita menda-pati keterangan, bahwa umur kesom-bongan itu ternyata hampir setua per-adaban manusia. Yaitu, “dia” lahir se-menjak iblis menolak perintah Alloh untuk sujud kepada Adam. Alasan Iblis sederhana, “Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan dia (Adam) dari tanah!” Apa hebatnya api dibanding-kan tanah?, begitu pemikiran seder-hana Iblis.

Sederhana memang, tapi itulah kesombongan yang kemudian mem-buat Iblis terhina, diusir dari surga dan kelak akan dibenamkan di dalam Ja-hannam selamanya bila kiamat tiba.

Oleh karena itu, wajarlah kemu-dian jika Rasululloh mewanti-wanti agar sifat yang dimiliki iblis itu jangan sampai melekat di dalam prilaku kita. Beliau bersabda:
“Tidak akan masuk surga sese-orang yang di hatinya ada kesombo-ngan walaupun sebesar biji dzarrah…” Kemudian Beliau menjelaskan, bahwa yang dimaksud kesombongan di sini adalah, “Menolak kebenaran dan meremehkan manusia.” (HR. Muslim)

Sebagaimana perilaku moyang-nya, Iblis, para pelaku kesombongan senantiasa merasa bangga dengan di-rinya, sehingga meremehkan orang lain, dan fatalnya, apabila yang diba-wa oleh orang lain itu adalah suatu kebenaran yang disampaikan kepa-danya, maka dipastikan, ketika dia meremehkan orang itu, dia pun akan menolak kebenaran yang dibawanya. Wal’iyadzubillah.

Kita berlindung kapada Alloh dari perbuatan sombong, baik dalam bentuk sifat, sikap maupun perilaku, karena ia dapat menjadi penghalang masuk Jannah.

Berhati-hatilah kita, karena sifat, sikap, dan perilaku membanggakan diri atas kebenaran bisa menimpa siapa saja. Seorang tokoh yang me-miliki pengikut banyak, reputasi yang luas juga berpotensi untuk menyom-bongkan diri lantaran ketokohannya dan pengikutnya yang banyak. Kita bisa mengambil pelajaran dari orang-orang terdahulu, bagaimana para pe-nguasa yang zhalim telah Alloh bi-nasakan karena penolakan mereka terhadap para utusan-Nya.

Memperebutkan atau memperta-hankan kursi kekuasaan seringkali menghalangi manusia dari kebenaran. Lihatlah bagaimana pimpinan-pim-pinan Quraisy semasa Nabi Muham-mad yang enggan menerima Al-Qur’an, namun setiap kali dibacakan ayat-ayat Al-Qur’an yang berisikan an-caman, kepala mereka tertunduk dan air mata berderai mengiringi pende-ngaran mereka.

“Kami tidak mendustakanmu tapi kami mendustakan dengan apa yang kamu bawa.” Begitulah Abu Jahl, se-orang pemimpin Quraisy mendeskrip-sikan perasaan sebenarnya terhadap Nabi .
Selain kedudukan, prilaku ini juga terkadang menghinggapi para ‘ubadu dunya (penyembah harta).

Keadaan ini pernah menimpa se-orang penyair tua yang bernama A’sya bin Qais. Suatu hari, ia berangkat dari Nejed menuju Madinah untuk mene-mui Rasululloh dan bersyahadat di hadapannya. Di masa kehidupannya yang sudah tua itu, ia hampir saja mencapai kedudukan yang mulia ji-ka saja ia mampu menolak tawaran kaum musyrikin yang mencegatnya di tengah perjalanan. Padahal awal-nya A’sya tidak memperdulikan semua syubhat yang dilontarkan tentang Is-lam dan juga ancaman dari mereka jika bersikukuh untuk tetap melanjut-kan perjalanannya menuju Madinah. Namun ketika mereka menjanjikan-nya dengan 100 ekor onta, dia tidak kuasa menolaknya.

Begitulah A’sya. Ia melihat bah-wa kepenyairan, kedudukan dan har-ta telah terhimpun pada dirinya. Akan tetapi, ia lupa, bahwa Alloh senan-tiasa mengawasinya, bagaimana ia sampai maksiat kepada Alloh ha-nya karena dunia, sedangkan di sisi Alloh terdapat perbendaharaan la-ngit dan bumi.

Maka ketika ia sudah hampir sam-pai di perkampungannya, ia terjatuh dari untanya hingga tulang lehernya patah dan mati. Dia telah rugi dunia dan akhirat, dan itulah kerugian yang nyata akibat kebanggaannya.

Saudaraku…,

Begitupun dengan sikap dan sifat yang merasa lebih baik dan mulia da-ripada orang lain haruslah tidak men-jadi bagian dari diri kita sebagai se-orang muslim. Muslim yang tidak ha-nya berarti selamat dari kesyirikan dan kekufuran, namun juga selamat dari mencela dan meremehkan orang lain. “Mencela seorang muslim adalah ke-fasikan, dan membunuhnya adalah kekafiran.” Begitulah Rasululloh bersabda.
Seorang yang memiliki tubuh kuat, atletis, jawara, kadang tergoda memamerkan bentuk tubuhya, disam-ping tidak jarang gampang terpancing perkelahian, dalam urusan kecil seka-lipun, hanya lantaran merasa dirinya pendekar.

Seorang rupawan juga kadang tergoda untuk membanggakan kecan-tikannya dan meremehkan yang tidak seganteng dan secantik dirinya, bah-kan sampai mencacat bentuk fisik o-rang lain.
Seorang hartawan sering tergoda membanggakan pakainnya yang ba-gus, kendaraannya yang mewah, ru-mahnya yang mentereng dengan me-lihat sebelah mata pada kaum miskin yang kumal, kotor, kolot dan pinggi-ran.

Seorang bangsawan, karena me-rasa berasal dari keturunan yang mu-lia, aristokrat, darah biru, kadang me-rasa tidak sepadan jika harus bersan-ding, bergaul dengan yang bukan bangsawan.
Bahkan sifat sombong juga dapat menggerogoti jiwa seorang ahli iba-dah atau ulama. Sosok yang secara kasat mata (zhahir) terlihat wara’ (sa-ngat hati-hati bersikap), zuhud (se-derhana), bertahajud setiap hari, ber-puasa senin-kamis, sholat rawatibnya tidak pernah tertinggal. Karena shalat-nya rajin sekali hingga jidatnya hitam. Namun, ternyata ia tergoda untuk me-nganggap dirinya orang yang paling suci, paling baik, paling takwa. Orang lain dianggap tidak ada apa-apanya dibanding dia. Wal’iyadzubilah.

Saudaraku…,

Senantiasalah kita bersyukur dan beristighfar kepada Alloh , karena keduanya adalah senjata ampuh yang Alloh ajarkan untuk melawan dua penyakit kesombongan.

“Apabila telah datang pertolongan Alloh dan kemenangan. Dan engkau melihat manusia berbondong-bon-dong masuk agama Alloh. Maka ber-tasbihlah dengan memuji nama Tu-han-mu dan mohon ampunlah kepa-da-Nya. Sungguh, Dia Maha Peneri-ma taubat.” (QS. An-Nashr: 1-3)

Lihatlah…! Di sini Alloh meng-arahkan kita agar menghindari dari membanggakan diri ketika meraih kemenangan atau ketika mendapat-kan sesuatu yang membanggakan. Padahal ketika itu, konteks ayat itu turun berkenaan dengan penaklukan kota Makkah, sebuah kemenangan besar atas kaum kafir, namun Alloh tidak membiarkan kaum muslimin la-rut dalam kegembiraan, dan meng-ingatkan mereka untuk tidak mem-banggakan diri atas kemenangan ter-sebut, padahal untuk mencapai ke-menangan itu, tidak cukup dengan keringat dan harta yang mereka ke-luarkan sebagai maharnya, tapi juga darah.

Maka dari itu: Bertasbihlah kepa-da Alloh, bertahmidlah kepada Alloh, beristighfarlah kepada Alloh, berto-batlah kepada Alloh. Ingatlah! Semua-nya kita kembalikan kepada Alloh . Semua yang kita miliki berupa kedu-dukan, kemenangan, ide-ide, sampai tampang yang rupawan sekalipun adalah karena karunia Alloh . Mo-honlah kekuatan agar kita bisa me-manfaatkan semua itu dalam perjua-ngan di jalan-Nya.

Wallahu A’lam.

EFEK MEDIS BERSEDEKAH

EFEK MEDIS BERSEDEKAH

Bentengilah hartamu dengan zakat, obati orang-orang sakit (dari kalanganmu) dengan bersedekah dan persiapkanlah do’a untuk menghadapi datangnya bencana.
(HR. Ath-Thobrani)

Saudaraku… Sedekah, sebuah amal ibadah yang kurang diminati oleh mayoritas kaum muslimin karena terkesan menyebabkan berkurangnya harta, ternyata memiliki kekuatan dan khasiat sangat dahsyat lagi luar biasa.

Satu khasiat yang direkomendasikan oleh hadits Rasulullah adalah mampu mengobati berbagai macam penyakit fisik maupun psikis yang mendera kehidupan manusia. Efek medis yang terkandung dalam sedekah ini memang belum banyak dipahami dan disadari oleh umat Islam. Sehingga, kebanyakan mereka masih berkiblat pada pengobatan medis-kimiawi untuk mengobati berbagai macam penyakit, daripada menempuh pengobatan ilahiyyah dengan jalan sedekah.

Saudaraku, perhatikanlah dua hadits
berikut: Diriwayatkan dari Abu Umamah Al-Bahili , ia berkata: Nabi Muhammad telah bersabda,
دَاوُوْا مَرْضَا كُمْ بِالصَّدَقَةِ
“Obatilah orang yang sakit di antara kalian dengan sedekah.” (HR. Baihaqi, Syaikh al-Bani menghasankannya di dalam shohihul Jami’ 1/634, no.3358.

Dari Abu Huzhaifah bin Yaman , dari Nabi , bahwa Beliau bersabda:
“Ujian yang menimpa seseorang pada keluarga, harta, jiwa, anak, dan tetangganya bisa dihapus dengan puasa, sholat, sedekah, dan amar ma’ruf dan nahi mungkar.” (HR. Bukhori dan Muslim)
Dua hadits di atas secara jelas memuat pernyataan dari Allah dan Rosul-Nya tentang khasiat obat-obatan ilahiyyah dalam menghapus bencana dari kehidupan manusia, termasuk sakit.

Puasa, sholat, sedekah, amar ma’ruf dan nahi mungkar adalah jenis obat ilahiyyah yang acapkali menjadi solusi atas kebutuhan obat-obat medis dalam menyembuhkan penyakit. Bahkan dalam hadits pertama Nabi memerintahkan kita untuk menggunakan obat ilahiyyah sedekah guna melawan berbagai macam penyakit yang menimpa kita.
Saudaraku… mungkin hati kita bertanya-tanya. Bagaimana sedekah bisa berfungsi untuk menyembuhkan penyakit? Bukankah secara lahiriyah sedekah ‘hanyalah’ ibadah semata, yang tidak memiliki efek medis apapun? Untuk menjawab pertanyaan di atas dibutuhkan dua prinsip dasar sebagai berikut:

Pertama, bahwa Allah menurunkan penyakit, dan Dia bersama itu juga menurunkan obatnya. Allah memberikan kesembuhan kepada orang yang dikehendaki-Nya. Allah juga akan meletakkan obat sebagai sarana kesembuhan itu di mana saja yang Dia kehendaki.

Mungkin saja obat itu ada di pil-pil kimia, atau jamu-jamu tradisional, atau berbagai macam obat herbal atau pijat refleksi. Termasuk juga sangat mungkin sekali jika Allah berkehendak meletakkan obat bagi penyakit itu berada dalam amalan ibadah sedekah. Dan tak ada kekuatan makhluk pun di muka bumi ini yang mampu menentang dan melawan kehendak Allah . Rasulullah bersabda,
تَدَاوُوْا عِبَادَ اللهِ تَعَالَى لَمْ يَضَعْ دَاءً اِلاَّ وَضَعَ لَهُ دَوَاءً غَيْرَ دَاءٍ وَاحِدٍ الهَرَمَ
“Berobatlah, wahai hamba Allah, karena Allah tidak menurunkan penyakit kecuali menurunkan obatnya, kecuali satu
penyakit yaitu tua.” (HR. Ahmad).

Kedua, tatkala Allah menghendaki sesuatu, Dia hanya berfirman, “Jadilah, maka akan terjadilah sesuatu itu.
Allah berfirman,
اِذَا قَضَى اَمْرًا فَاِنَّمَا يَقُوْلُ لَهُ كُنْ فَيَكُوْنُ
“Apabila Dia telah menetapkan sesuatu, maka hanya berkata kepadanya: “Jadilah”, maka jadilah ia.” (QS. Maryam:35)
Contoh nyata dari hal ini adalah terjadi pada kisah Nabi Zakariyya . Ia telah mencapai usia sangat tua sementara belum memiliki keturunan. Ditambah lagi dengan keadaan istrinya yang mandul. Akan tetapi atas kehendak Allah dan kekuasaan-Nya Nabi Zakariyya pun akhirnya memperoleh buah hati yang begitu diidam-idamkan. Perintiwa ini Allah gambarkan dalam firman-Nya, “Zakariyya berkata: “Ya Robbku, bagaimana aku bisa mendapat anak sedang aku telah sangat tua dan istriku adalah seorang yang mandul”. Allah berfirman: “Demikianlah, Allah berbuat apa yang dikehendaki-Nya”. Zakariyya berkata: “Berilah aku suatu tanda (bahwa istriku telah mengandung)”. Allah berfirman: “Tandanya bagimu, kamu tidak dapat berkata-kata dengan manusia selama tiga hari, kecuali dengan isyarat. Dan sebutlah nama Rabbmu sebanyak-banyaknya serta betasbihlah di waktu petang dan pagi hari”. (QS. Ali Imran:40-41)

Oleh karena itu apabila Allah menghendaki sembuh bagi kita, sembuhlah penyakit kita. Sangat mudah bagi Allah untuk melakukan semua hal ini walaupun mungkin kita yang sakit sudah melanglang buana dalam waktu yang panjang untuk mendapatkan obat bagi penyakit kita. Ketika Allah menghendaki kesembuhan itu melalui perantaraan sedekah, maka saat orang yang sakit itu bersedekah, maka ia pun menjadi sembuh. Sabda Nabi di bawah ini kiranya dapat memperkuat pemahaman ini,
اَلدَّوَاءُ مِنَ الْقَدَرِ وَهُوَ يَنْفَعُ مَنْ شَاءَ بِمَا شَاءَ
“Obat termasuk bagian dari takdir. Obat bermanfaat bagi siapa yang Allah kehendaki, berupa apa yang Allah kehendaki.” (lihat, Shohih Jami’ al-Bani 3416)

Bagi saudaraku yang masih terbaring di rumah sakit, walaupun Anda masih menjalani pengobatan medis, tak mengapa, tetaplah bersedekah. Dengan keikhlasan niat dan kemantapan iman, sedekah yang Anda keluarkan itu insya Allah akan mempercepat kesembuhan anda. Simaklah baik-baik kisah nyata di bawah ini!
Di dalam kitab Siyar A’lamu an-Nubula’ 8/407 disebutkan bahwa ada seorang laki-laki yang bertanya kepada Abdulloh bin Mubarok tentang luka bernanah yang keluar dari lututnya tujuh tahun yang lalu. Ia telah mengobatinya dengan berbagai macam obat dan bertanya kepada para dokter, tetapi belum sembuh juga. Maka beliau pun menjawab, “Pulanglah, lalu galilah sumur di tempat orang-orang yang membutuhkan air. Sesungguhnya aku berharap akan keluar mata air di sana, dan darahmu akan berhenti.” Laki-laki itu pun melaksanakan perintah Ibnu Mubarok, maka ia pun sembuh.”
Dikisahkan ada seorang wanita yang mengalami gagal ginjal. Ia sudah berulang kali memeriksakan dan mengobati penyakit yang dideritanya tersebut. Akhirnya, ia mencari-cari sekiranya ada orang yang mau merelakan ginjalnya untuk disumbangkan kepada dirinya, dia siap membayar dengan uang 20.000 Riyal (±Rp 50.000.000,-).
Tersebarlah berita tersebut di kalangan orang-orang ketika itu, hingga ada seorang wanita yang mendengar kabar tersebut di kalangan orang-orang tersebut yang akhirnya langsung menuju ke rumah sakit untuk mendonorkan ginjalnya. Ia menyetujui seluruh ketentuan-ketentuan yang diajukan kepadanya sebelum menjalani operasi. Di hari yang telah ditentukan, perempuan yang sakit tersebut menemui sang pendonor, ternyata ia sedang menangis. Karena heran melihat keadaannya, ia pun bertanya, “Apakah Anda merasa terpaksa dan keberatan dengan operasi yang akan Anda jalani?” Wanita pendonor itu berkata, “Sebenarnya tiada yang mendorongku untuk mendonorkan ginjalku selain kemiskinan yang menimpa diriku dan aku sangat membutuhkan uang.”

Wanita pendonor itu kembali menangis tersedu-sedu, maka wanita yang sedang sakit itu menenangkannya dengan mengatakan, “Silahkan engkau ambil uang ini, dan aku tidak menghendaki sesuatu pun darimu…”. Beberapa hari kemudian perempuan yang sakit tersebut kembali ke rumah sakit. Ketika tim dokter memeriksa penyakitnya, begitu terkejutnya mereka, karena tidak mendapati sedikitpun bekas sakit pada dirinya. Alhamdulillah, ternyata Allah telah menyembuhkannya.

Saudaraku… Dua kisah di atas mudah-mudahan dapat diambil faidah dan manfaatnya. Dan yang lebih penting dari hal itu adalah kita mau mengamalkan resep Nabi . Sebab dengan mencobanya kita mendapatkan dua pahala, yaitu pahala bersedekah dan pahala mencontoh Beliau .

HIKMAH DI BALIK MUSIBAH

HIKMAH DI BALIK MUSIBAH

“Ujian akan datang terus kepada seorang mukmin atau mukminah mengenai jasadnya, hartanya, anaknya, sehingga ia menghadap Allah tanpa membawa dosa.” (HR. Tirmidzi)

Krisis ekonomi yang menghimpit negeri tercinta pada masa kini, ternyata membuahkan dua sikap yang berlawanan pada diri rakyat Indonesia. Sebagian mereka mengalami kegalauan hidup, kekeringan jiwa, stress, bahkan fenomena bunuh diri menjadi kian marak. Sebagian yang lain bersikap tegar dan sabar atas keadaan yang menimpa mereka.

Saudaraku… bagaimana sikap seorang mukmin saat menghadapi kesempitan hidup? Apakah hikmah yang dapat kita peroleh pada saat Allah menguji kita dengan kesulitan hidup?

Agar memperoleh jawaban yang tepat, marilah kita perhatikan petunjuk Nabi Muhammad sebagai berikut,
Dari Shuhaib , dia berkata, Rasulullah bersabda, “Sangat menakjubkan urusan bagi orang mukmin, sesungguhnya segala urusannya baik baginya. Apabila mendapat kesenangan dia bersyukur, maka yang demikian itu baik baginya. Apabila ia ditimpa kesusahan ia bersabar, maka yang demikian itu baik baginya.” (HR. Muslim)

Setiap manusia ketika berhadapan dengan takdir Allah akan mengalami salah satu di antara dua perkara, yaitu bergembira atau bersedih. Ketika mendapatkan musibah, manusia dibagi menjadi dua macam, yaitu beriman atau tidak beriman.

Orang yang beriman ketika menghadapi apapun yang ditakdirkan Allah kepadanya, menganggapnya sebagai suatu kebaikan. Jika ia ditimpa kesusahan dan kesempitan hidup, maka ia sabar terhadap takdir Allah tersebut. Di samping itu, ia mencari jalan keluarnya dan mengharap pahala dari Allah . Sikap yang demikian itu baik baginya, sebab dengan kesabaran itu dia mendapatkan ganjaran bagi orang-orang yang bersabar.

Jika dia mendapatkan kenikmatan, baik nikmat agama seperti ilmu dan amal shalih, maupun nikmat dunia seperti harta, anak, dan istri, dia bersyukur kepada Allah. Ketika ia bersyukur kepada Allah, maka yang demikian itu baik baginya.

Sedangkan orang kafir, dia selalu dalam keburukan. Jika mendapatkan kesusahan dia tidak sabar tapi mengumpat, melakukan sumpah serapah, mencela waktu, mencela zaman dan bahkan mencela ketetapan Allah .

Sikap sabar dan bersyukur pada seorang mukmin menjadikan Rasulullah begitu kagum dan terkesan kepadanya. Bila manusia mewujudkan kedua sikap ini, maka mereka dapat meraih dan menggapai kebahagiaan hidup. Dengan sikap sabar beban dan masalah yang menimpanya menjadi ringan, bahkan ia ridha dan berhati lapang terhadap segala ketetapan dari Allah . Sebab segala apa yang ditakdirkan Allah mengandung kebaikan dan kemaslahatan bagi hamba-hamba-Nya.

Saudaraku… musibah yang menimpa kaum mukmin seperti sakit, kehilangan harta, kemiskinan, kematian yang menimpa anggota keluarganya, kesulitan hidup atau musibah yang lain mengandung nilai kebaikan dan hikmah.

Marilah kita perhatikan petunjuk wahyu ilahi (hadits) yang menggambarkan hikmah di balik musibah yang menimpa kehidupan kaum mukminin.

Ummu Salamah berkata, “Saya mendengan Rasulullah bersabda, ‘tidak ada seorang muslimpun yang ditimpa suatu musibah lalu mengucapkan apa yang diperintahkan oleh Allah,
اِنَّا لِلَّهِ وَاِنَّا اِلَيْهِ رَاجِعُوْنَ, اَللَّهُمَّ أَجِرْنِي فِي مُصِيْبَتِي وَاخْلِفْ لِي خَيْرًا مِنْهَا.
yang artinya, ‘Sesungguhnya kita ini milik Allah dan kepada-Nyalah kita kembali, ya Allah berikanlah kepadaku atas musibah ini dan gantikanlah dengan yang lebih baik darinya’, kecuali Allah akan menggantikannya yang lebih baik darinya’. Maka ketika Abu Salamah (suamiku) wafat, aku bergumam, siapa di kalangan kaum muslimin yang lebih baik dari Abu Salamah, sebuah keluarga yang pertama kali berhijrah kepada Rasulullah ? Tetapi aku lalu mengucapkan do’a tersebut. Allah pun menggantikanku dengan Rasulullah . (HR. Muslim)

Saudaraku… betapa besar kasih sayang Allah terhadap hamba-hamba-Nya. Musibah yang menimpa manusia merupakan sarana memperoleh pahala dan balasan dari-Nya bila seseorang bersabar menghadapinya. Di samping itu, jika ia memanjatkan do’a dengan tulus dan ikhlas, maka Allah akan mengganti musibah yang menimpanya dengan sesuatu yang lebih baik. Sebagai manusia biasa Ummu Salamah tentunya bersedih saat ditinggal suami tercinta. Suaminya berperan besar dalam membimbing dan mengarahkannya ke jalan hidayah. Ia pun sebagai pendamping setia bagimya saat bahagia atau sengsara. Namun ia tidak larut dalam kesedihan. Ia meminta bimbingan dan petunjuk kepada Rasulullah . Akhirnya beliau pun mengajarkannya sebuah do’a yang sangat agung lagi mulia. Ummu Salamah mengamalkan do’a tersebut dengan khusyuk dan penuh harapan. Allah pun mengabulkan do’anya. Seusai masa iddah, Rasulullah memerintahkan kepada Hatib bin Balta’ah agar meminang Ummu Salamah untuk Beliau .

Hikmah lain dari musibah adalah penghapus dosa. Aisyah berkata, Rasulullah bersabda, “Setiap musibah yang menimpa seorang mukmin pastilah Allah menjadikannya sebagai kaffarah (penghapus) atas dosa-dosanya sampai-sampai duri yang menusuknya.” (HR. Muslim)

Rasulullah bersabda, “Ujian akan datang terus kepada seorang mukmin atau mukminah mengenai jasadnya, hartanya, anaknya, sehingga ia menghadap Allah tanpa membawa dosa.” (HR. Tirmidzi)
Kedua hadits di atas memberi kabar gembira bagi mukmin laki-laki atau perempuan yang tertimpa musibah.

Sikap seorang mukmin saat Allah menguji pada jasadnya, baik berupa sakit atau fisik kurang sempurna, ia pun bersabar sebab ia yakin bahwa hal tersebut dapat menebus dosa. Saat Allah menguji pada keluarganya, berupa kematian anak, istri atau suaminya , ia pun tegar dan ia pun paham segala sesuatunya milik Allah . Di samping itu ia begitu mengingat dan mengenal hadits Rasulullah yang berbunyi, “Allah berfirman, tidak ada balasan yang Kusediakan bagi seorang hamba-Ku yang beriman, jika Aku ambil kekasihnya (suaminya atau istri atau anak atau saudaranya) dari penduduk dunia, lalu ia bersabar dan mengharap pahala kepada-Ku semata kecuali baginya surga.” (HR. Bukhari)

Saat Allah menguji hartanya berupa kehilangan, perampokan, dan pencurian, ia pun sadar bahwa harta merupakan barang titipan dari Allah yang Maha Kuasa. Oleh karena itu, ia bersabar dan ridha.
Saudaraku… teladan dan contoh terbaik setelah Rasulullah adalah para sahabat beliau . Mereka generasi terbaik sepanjang zaman. Kita pantas meneladani akhlak dan sikap mereka pada saat menghadapi ujian dari Allah . Oleh karena itu, marilah kita perhatikan beberapa untaian mutiara mereka. Mudah-mudahan kita dapat mengambil pelajaran darinya.

Dari Asy-Sya’bi diriwayatkan bahwa ia berkata, “Syuraih berkata, sesungguhnya aku tertimpa musibah, sehingga aku bersyukur kepada Allah empat kali, aku bersyukur karena musibah yang lebih besar darinya tidak menimpaku, aku bersyukur karena Allah masih memberiku kesabaran menghadapinya, aku bersyukur karena Allah masih memberiku taufik untuk mengucapkan istirja’ (inna lillahi wa inna ilaihi roji’un) karena aku mengharapkan pahala, dan aku bersyukur karena musibah itu tidak menimpa pada agamaku.”

Ghassan bin Mufadhdhal Al-Ghullabi diriwayatkan bahwa ia berkata, “Sebagian sahabat kami telah menceritakan kepada kami, bahwa ada seorang lelaki yang mendatangi Yunus bin Ubeid untuk mengadukan kesulitan dalam hidupnya dan kondisinya yang terjepit, ia merasa gundah dengan semua itu. Yunus menanggapinya dengan bertanya, apakah engkau suka apabila penglihatanmu dibeli dengan harga seratus ribu dirham? Ia menjawab, tentu tidak. Bagaimana dengan pendengaranmu? Ia menjawah, juga tidak. Bagaimana dengan lidahmu? Tanya beliau lagi. Ia menjawab, juga tidak. Yusuf bertanya lagi, bagaimana dengan otakmu? Ia menjawab, juga tidak, meskipun sebagiannya. Kemudian beliau mengingatkan dirinya akan nikmat-nikmat Allah yang lainnya. Setelah itu Yunus menandaskan, aku melihat engkau memiliki beratus-ratus dirham (bahkan lebih), tetapi kamu masih juga mengeluhkan hajatmu?”

Saudaraku… dua kisah di atas sungguh sangat menakjubkan. Mereka menganggap bahwa musibah memiliki nilai-nilai positif bagi kehidupan agama dan pribadi. Oleh karena itu, mereka menghadapinya dengan kesabaran dan ketegaran. ■

Jadikanlah Al-Qur’an Sebagai Sahabat

Salah satu karunia Allah Ta’ala terbesar yang dilimpahkan kepada kita adalah Kalam-Nya yang mulia Al-Qur’an. Terkandung di dalamnya petunjuk menuju jalan yang lurus dan benar. Dengannya Allah memandu hamba-hamba-Nya kepada jalan keselamatan, baik di dunia maupun di akhirat. Seorang nashrani pun ketika mendengarkan lantunan ayat-ayat Al Qur’an dengan hati yang jernih maka hidayah Allah pun masuk kedalam relung hatinya tanpa bisa dibendung.

Tak hanya berhenti disitu, ia pun mencucurkan air mata demi mendengarkan kalam Ilahi yang mulia ini. Raja Najasyi adalah contoh yang indah untuk membenarkan klaim tersebut. Ketika beliau mendengarkan Al Qur’an yang dibacakan oleh Ja’far bin Abi Thalib radiyallahu ‘anhu.

Tidak hanya manusia, jin pun terkesima tatkala mendengarkan ayat-ayat Al Qur’an yang dilantunkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka terdiam mendengarkan dengan penuh perhatian. Begitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam selesai membacakannya, spontan mereka langsung beriman dan menyeru kaumnya untuk beriman. Allah Ta’ala berfirman;

“Dan (ingatlah) ketika Kami hadap-kan serombongan jin kepadamu yang mendengarkan Al-Qur’an, maka tatkala mereka menghadiri pembacaan (nya) lalu mereka berkata: “Diamlah kamu (untuk mendengarkannya)”. Ketika pembacaan selesai mereka kembali kepada kaumnya (untuk) memberi peri-ngatan. Mereka berkata: “Wahai kaum kami, sesungguhnya kami telah mendengarkan kitab (Al-Qur’an) yang diturunkan sesudah Musa, membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya lagi memimpin kepada kebenaran dan kepada jalan yang lurus.” (QS. Al Ahqaaf:30).

Al-Qur’an adalah nikmat Allah yang sangat besar. Kitab yang sarat dengan keberkahan. Akan tetapi nikmat dan barokah itu tidak akan dapat kita rasakan kecuali jika kita mau membaca, mempelajari dan merenungkannya.

Sungguh merupakan suatu kerugian yang sangat besar, jika hari demi hari kita lewatkan begitu saja tanpa dihiasi oleh bacaan Al-Qur’an. Bagaimana mungkin seorang muslim tidak tertarik untuk membacanya, padahal di dalamnya terdapat berbagai informasi yang sangat ia butuhkan. Informasi dan petunjuk penting yang tak akan bisa didapat pada selain Al Qur’an.

Ketika kita hidup di zaman yang penuh fitnah seperti sekarang ini, maka kebutuhan terhadap Al-Qur’an menjadi lebih besar lagi. Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib ra pernah berkata; “Sesungguhnya nanti akan terjadi berbagai fitnah (cobaan)”. Maka ditanyakan kepadanya: “Lalu apakah jalan keluarnya?”. Beliau menjawab; “Kitabullah (Al-Qur’an), di dalamnya terdapat berita (riwayat) orang-orang sebelum kalian, khabar-khabar (peristiwa) yang terjadi setelah kalian dan hukum-hukum (yang mengatur) urusan kalian. Ia adalah pemisah antara yang hak dan yang bathil. Sekali-kali ia bukanlah senda gurau, siapa saja orang sombong yang meninggalkannya pasti akan dibinasakan oleh Allah. Siapa yang mencari petunjuk selain padanya, maka ia akan disesatkan oleh Allah. Ia adalah tali Allah yang kokoh, peringatan yang bijak dan ia adalah jalan yang lurus. Dengannya hawa nafsu tidak akan menyimpang.

Dengannya lisan tidak akan rancu (keliru). Keajaiban-keajaibannya tidak akan pernah habis. Para ulama tidak akan pernah kenyang darinya. Barang siapa yang bicara dengan berhujjah dengannya maka ia akan benar. Barang siapa yang mengamalkannya maka ia akan memperoleh pahala. Barang siapa yang berhukum dengannya maka ia akan adil. Barang siapa yang menyeru kepadanya maka ia akan terbimbing ke jalan yang lurus”.

Al-Qur’an bagaikan air yang menyirami tanaman iman. Iman yang selalu dirawat dan disirami dengan bacaan Al-Qur’an, niscaya akan tumbuh subur.

Namun sebaliknya, hati yang jauh dari bacaan Al-Qur’an, niscaya akan gersang. Tanaman iman menjadi layu. Tidak ada musibah yang lebih besar daripada hati yang beku dan iman yang layu. Sungguh itu merupakan musibah besar bagi agama seorang hamba Allah. Rasulullah senantiasa berdo’a,

“Dan janganlah Engkau jadikan musibah kami menimpa pada agama kami” (HR. Tirmidzi dan Al Hakim).

Sudahkan kita menjadikan membaca al Qur’an sebagai sebuah kebutuhan? Tahukah anda, bahwa al Qur’an adalah sekumpulan surat yang dikirim oleh Tuhan penguasa sekalian alam kepada kita sebagai hamba-hamba-Nya? Seorang yang gemar membaca Al-Qur’an akan bercahaya haitnya, lapang dadanya, rahmat Allah melimpah kepadanya, dan setiap huruf yang dibacanya akan dibalas dengan sepululuh kali lipat pahala yang baik.

Tidakkkah Rusulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah berpesan:

“Bacalah Qur’an, sesungguhnya ia akan datang pada hari kiamat sebagai pemberi syafa’at bagi shahabatnya” (HR. Muslim).

Jadikanlah Al-Qur’an sebagai sahabat kita, niscaya syafa’atnya kan kita dapatkan.

 

File Gerimis. Edisi 1 Tahun ke-1 2005