Jangan Setengah-Setengah, Lanjutkan! Lebih Taat Lebih Baik

Jangan Setengah-Setengah, Lanjutkan! Lebih Taat Lebih Baik

كُلُوا وَاشْرَبُوا هَنِيئًا بِمَا أَسْلَفْتُمْ فِي الأيَّامِ الْخَالِيَةِ
“Makan dan minumlah dengan sedap disebabkan amal yang
telah kalian kerjakan pada hari-hari yang telah lalu.”
(QS. Al-Haqqah: 24)

Memahami agama ini adalah sesuatu kewajiban. Dengannya kita bisa beribadah kepada Allah berdasarkan ilmu dan hujjah. Men-jalankan segala amal ketaatan yang dilakukan dengan penuh pengharapan meraih berkah penghargaan menuju kemenangan. Sungguh tidak sama orang yang mengetahui dengan yang tidak mengetahui. Ketahuilah, diceritakan, pernah ada seorang yang shalih dan sangat banyak melaku-kan shalat tahajud dan puasa. Suatu malam ia shalat di suatu masjid dan tertidur. Dalam tidurnya itu ia bermimpi melihat rombongan yang ia keta-hui bahwa rombongan tersebut bukan berasal dari jenis manusia. Mereka membawa roti yang putih bagaikan salju. Di atas roti itu terdapat berlian seperti delima. Rombongan itu lalu berkata, “Makanlah!” Orang shalih itu menjawab, “Sesungguhnya aku ingin berpuasa.” Mereka berkata pula, “Pemilik rumah ini (masjid) memerintahkan kepadamu untuk makan.” Orang shalih itu lalu berkata, “Maka akupun memakan makanan itu, dan mengambil berlian tadi untuk aku bawa.” Namun mereka berkata, “Biar-kanlah berlian itu, kami akan menanamnya untukmu hingga menjadi pohon dan memberikan kebaikan kepadamu.” Orang shalih itu berkata lagi, “Di manakah itu?” Rombongan itu berkata, “Di tempat yang tidak akan ambruk, buah yang tidak berubah, serta kepemilikan yang tidak akan terputus dan pakaian yang tak akan lusuh. Di dalamnya terdapat perkara yang membuat hati ridha, menyejukkan mata, istri-istri yang selalu rindu dan membuat ridha, mereka tidak memperdaya dan tidak terpedaya. Hendaklah engkau tetap dengan keadaanmu saat ini, karena sesungguhnya tak lama lagi eng-kau akan berangkat menuju kemenangan” Akhirnya, hanya jarak dua pekan setelah mimpinya itu, orang shalih itupun menghembuskan nafasnya yang terakhir.

Pada malam wafatnya, salah seorang sa-habatnya yang mendengar kisahnya tadi bermimpi melihatnya, dan orang shalih itu berkata kepada sahabatnya ini, “Janganlah engkau heran akan pohon yang ditanam untukku pada hari kuceritakan hal itu pa-damu. Dan kini pohon itu telah membawa sesuatu.” Sahabatnya lalu bertanya, “Apa-kah yang ia bawa?” Orang shalih itu men-jawab, “Janganlah engkau menanyakan hal itu karena tidak ada seorang pun yang dapat menggambarkannya. Tidak ada penghargaan seperti ini dari Dzat Yang Maha Mulia, bila datang kepada-Nya orang yang taat.”
Keutamaan-keutamaan ilmu penge-tahuan telah kita ketahui bersama, Allah pun akan mengangkat derajat orang yang memiliki ilmu pengetahuan kepada dera-jat yang tinggi. Lebih lagi dari ilmu sese-orang itu memancarkan cahaya yang ber-manfaat bagi orang-orang di sekitarnya, sehingga terkesan orang seperti ini tidak ingin shalih sendiri, tapi juga mendakwah-kannya, mengembangkannya bersama dengan orang-orang di masyarakatnya.
Semakin banyak manusia yang meng-esakan Allah karena perantara perbuatan seorang hamba, semakin Allah mencintai hamba tersebut. Seperti di bulan ini, bu-lan penuh dengan rahmat yang telah kita raih –insya Allah-, bulan yang penuh am-punan serta janji pembebasan seseorang dari ancaman neraka, mengajak manusia kepada kembali mengibadahi Allah se-mata di dalamnya, akan membuahkan penghargaan yang banyak dari Dzat Yang Maha Mulia. Betapa tidak, akan semakin banyak orang sebagaimana orang yang shalih dalam kisah di atas tadi. Dan ya, merekalah orang-orang yang menang, mereka yang datang ke-pada Allah hanya orang-orang yang taat beribadah.
Berpuasa
Beberapa hari sudah kita puasa. Puasa yang tidak hanya menjadikan pe-rut lapar dan kerongkongan dahaga, na-mun dijadikan juga sarana pembelajaran dalam melatih kesabaran kita. Minimal-nya pada tiga hal, pertama, kita bersabar dalam ketaatan. Hingga sekarang dan insyaAllah beberapa hari lagi ke depan, kita senantiasa menambah macam peri-badatan, yang mana itu suatu ketaatan, jika diperuntukkan hanya wajah Allah sebagai tujuan.
Kedua, sabar dalam meninggalkan kemaksiatan, jika masih kita dapati orang-orang bermaksiat di bulan Rama-dhan sedang setan-setan dibelenggu, ini hanya sebuah pembuktian, betapa ren-dah derajat dan lemahnya iman seseo-rang, karena yang dibelenggu itu adalah setan durjana. Selain syahwat yang tetap ada pada setiap insan hanya jenis setan amatiran yang berkeliaran.
Dan ketiga, sabar dalam menghadapi segala derita berupa rasa lapar dan da-haga serta kelemahan yang menimpa jiwa maupun raga. Mungkin ini bagian dari takdir Allah , seperti tertimpa ber-bagai musibah yang kita dituntut bersabar atasnya, dan memang begitu. Kita pun jadi tahu, merasakan jadi orang fakir atau miskin yang menghadapi kondisi lapar dan dahaga selalu.
Alhamdulillah kita bisa bersabar, dan mudah-mudahan Allah membalas dengan lipatan-lipatan pahala-Nya. “Yang demikian itu ialah karena mereka tidak ditimpa kehausan, kepayahan dan kelaparan pada jalan Allah. Dan tidak (pula) menginjak suatu tempat yang mem-bangkitkan amarah orang-orang kafir, dan tidak menimpakan sesuatu bencana kepa-da musuh, melainkan dituliskanlah bagi mereka dengan yang demikian itu suatu amal shalih. Sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik.” (QS. At-Taubah: 120)

Berdiri Hidupkan Malam
Berdiri di sini tidak sembarang. Se-perti yang sudah biasa banyak dilakukan, malam-malam berkeliaran di pinggiran jalan tanpa arah manfaat dan tujuan, alasannya ingin ikut serta meramaikan. Bukan meragamkan macam peribadatan, ini membuang uang senangkan anak nyalakan petasan. Siapa bilang? Kalau-pun anak senang, tunggu saja anak akan lebih merepotkan.
Berdiri di sini lebih dikenal dengan qiyam. Qiyam ramadhan, berdiri shalat hidupkan malam. Shalat ini adalah sha-lat sunnah tarawih, yang Nabi contoh-kan mengerjakannya sebagai salah satu ibadah tambahan. Baik secara berjama’ah maupun sendirian, namun lebih utama berjama’ah.
وَمِنَ اللََّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِ نَافِلَةً لَكَ عَسَى أَنْ يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَحْمُودًا
“Dan pada sebahagian malam hari ber-sembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu: mudah-mudahan Rabb-mu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji.” (QS. Al-Israa: 79)
Kita bukan mereka yang disebut se-bagai penipu shalat tarawih, bukan? Ka-rena banyak terjadi di negara-negara yang mayoritas masyarakatnya muslim, para imamnya biasa mempersingkat shalat tarawih, shalat yang bisa merusak rukun shalat. Mereka meninggalkan thuma’ninah (diam sejenak dalam ruku’ dan sujud), merusak makhrajul huruf (tempat ke-luarnya huruf) karena bacaannya terlalu cepat. Mereka biasa menyelesaikan dua puluh tiga rakaat dalam tempo kurang dari sepertiga jam (20 menit). Shalat semacam ini merupakan tipu daya setan terhadap orang-orang yang beriman, dapat mem-batalkan amalan shalat, sebab shalat se-perti itu lebih dekat pada permainan daripada bentuk ketaatan.
Bukankah kita sering dengar hadits yang meriwayatkan tentang bengkaknya tumit dan betis Rasulullah ketika mengerjakan qiyam? Sekalipun ketika shalat betis kita tidak bengkak-bengkak, minimal mendekati seperti apa yang be-liau lakukan. Jangan mengada-ada apalagi hanya biar jama’ahnya tetap banyak selama tiga puluh hari Ramadhan.
Di sini bukan memasalahkan jumlah rakaat shalat tarawihnya, mau sebelas atau dua puluh tiga silakan saja, tapi hen-daknya dilakukan dengan tata cara yang baik, memperhatikan bacaan shalat, ber-diri, ruku’, sujudnya yang benar, khusyu’, konsentrasi, ikhlas, serta merenungkan bacaan-bacaannya. Ketika merasa mampu mengerjakan dengan lebih banyak rakaatnya juga akan lebih baik, tentunya dengan tata cara yang baik.
فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ (البقرة: 148)
“Berlomba-lombalah dalam kebaikan.”
Kisah berikut mungkin bisa menambah semangat memperbanyak amalan menuju kemenangan, ketika Sa’d Ubadah tampil bicara, “Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, andaikan engkau memerintah-kan kami menyelam ke dasar lautan niscaya kami akan melakukannya.” Setelah itu Miqdad melanjutkan, “Kami tidak akan mengatakan kepadamu seperti apa yang telah dikatakan Bani Israil, ‘Pergilah engkau bersama Tuhanmu untuk berperang dan kami di sini duduk saja.’ Akan tetapi kami akan berperang ke arah kanan dan kirimu, di depan dan di belakangmu.”
Nabi pun senang mendengarnya dan mulai mengatur strategi pasukan untuk menghadapi pertempuran. Malam itu bertepatan malam jum’at tanggal tujuh belas Ramadhan, Beliau melalui malamnya dengan berdiri shalat seraya menangis berdoa kepada Rabbnya untuk kemenangan terhadap musuh-musuhnya.
Dalam kitab Al-Musnad, diriwayatkan oleh Ali bin Abi Thalib, bahwa ia berkata, “Malam itu kami ditimpa gerimis, kami-pun bernaung di bawah pohon untuk melindungi diri dari hujan. Sementara Rasulullah melalui malamnya dengan berdoa kepada Rabbnya, ‘Ya Allah jika Engkau membinasakan golongan kecil ini, niscaya Engkau tidak akan disembah lagi.’ Begitu fajar menyingsing, Beliau berseru, ‘Shalatlah wahai hamba-hamba Allah!’ Para sahabatpun keluar dari ba-wah pohon, lalu beliau mengimami kami. Setelah itu beliau memotivasi kami untuk menghadapi pertempuran.”
Singkat cerita, Allah pun memberi bantuan kepada Nabi-Nya dengan bala tentara-Nya, dan sungguh kemenangan perang Badar kala itu hanyalah dari Allah , dan sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

Bertilawah
Kemudian, dikisahkan ada seorang tabi’in senior yang bernama Amir bin Abdul Qais , seorang panutan dalam hal ibadah. Beliau adalah ahli ibadah di zamannya. Beliau meninggal di masa pemerintahan Mu’awiyah. Ketika sakit yang mengantarkan kepada kematiannya, saat khusyu’nya bertilawah, Amir mena-ngis terisak-isak tatkala terhenti pada se-buah ayat nan suci berbunyi,
إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللَّهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ
“Sesungguhnya Allah hanya menerima dari orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Maidah: 27)
Makna ayat ini adalah, bahwa Allah menerima amal dari hamba-hamba-Nya hanya jika mereka bertakwa kepada-Nya, sehingga mereka menunai-kannya dengan sebaik-baiknya, yaitu di-iringi dengan rasa takut dan harap ke-pada apa yang ada pada sisi-Nya. Amal yang dikerjakan hanya karena iman dan mengharapkan keridhaan serta ikhlas karena Allah . Tidak akan diterima amalan para hamba sampai mereka ber-ada di atas petunjuk yang lurus dan sunnah yang sesungguhnya.
Maka pembaca yang budiman, mari, jangan setengah-setengah, lanjutkan! Pompa terus semangat beribadah. Se-makin banyak kita mengerjakan amal ketaatan, semakin lebar pintu ridha yang dibukakan Allah . Diterimanya amalan lebih penting daripada amalan itu sendiri. Di bulan Ramadhan kali ini kita sama-sama bergerak menyongsong kemenang-an, wujudkan masyarakat Islami, masyarakat yang tertuntun ajaran-ajaran syar’i, sampai Allah mempersilakan kita masuk melalui pintu surga-Nya yang abadi, kemudian, “Makan dan minumlah dengan sedap disebabkan amal yang telah kalian kerjakan pada hari-hari yang telah lalu”. Wa Allahu a’lam

كُلُوا وَاشْرَبُوا هَنِيئًا بِمَا أَسْلَفْتُمْ
فِي الأيَّامِ الْخَالِيَةِ

Tinggalkan komentar