Karena Engkau Seorang Ayah

Diasuh oleh : Miftah Wangsadanureja S.Pd.I

Ayah. Atau bapak merupakan seseorang yang mempunyai peran yang sangat penting dalam keluarga. Karena dia adalah seorang figur sekaligus pemimpin yang akan dijadikan contoh oleh seluruh anggota keluarganya. Terutama pengaruhnya bagi kondisi dan perkembangan kejiwaan bagi seorang anak. Keretakan hubungan seorang ayah dengan anaknya juga bisa menjadi salah satu sebab ketidakharmonisan di dalam rumah tangga.

Banyak anak yang merasa kecewa terhadap ayahnya sendiri. Bayang-bayang masa lalu sang ayah kerap muncul sehingga rasa kecewa malah mungkin rasa benci akan tumbuh pada hati sang anak.
Kondisi ini bisa saja dikarenakan berbagai faktor. Sang ayah yang tempramental, yang jika anaknya berbuat salah dia langsung meluapkan kemarahannya dengan memukul buah hatinya sendiri sampai tak karuan. Atau karena sang ayah kurang memperhatikan hak-hak anaknya yang seharusnya ia terima.
Bagi seorang anak tentu saja hal ini akan menjadi sebuah trauma. Pukulan atau cacian bisa saja hilang dengan seketika tapi amarah dan muka garang sang ayah akan terus membekas pada jiwanya.
Lebih gawatnya lagi, jika bayang-bayang itu terbawa ketika sang anak sudah dewasa. Dulu yang dia dipukul diam saja, sekarang dia sudah merasa mempunyai kekuatan untuk melawan keganasan dari sikap ayahnya.
Kalau sudah demikian siapa sebenarnya yang harus disalahkan. Apakah sang ayah dengan kekolotannya bahwa apa yang dilakukannya sebenarnya hanya untuk kebaikan anaknya sendiri, atau sang anak yang tidak mau menerima sikap keras dari sang ayah?
Sebenarnya jawaban tersebut bisa dikembalikan kepada pribadi masing-masing. Maksudnya itu semua akan terjawab dengan proses.
Sebagai contoh, ada seorang ayah ketika dia memiliki anak pertamanya, dia mendidik anaknya itu dengan kekerasan. Tujuannya baik, supaya anak nya mau menurut dan menjadi anak yang soleh.
Sikap nya itu terus dipertahankan sampai lahirlah anak kedua ketiga dan keempat. Tapi dari keempat anaknya itu timbul sifat yang berbeda-beda. Ada yang malah menjadi balik memusuhinya, ada yang bersifat dingin terhadap dirinya ada juga yang menjadi super pendiam.
Melihat keadaan sifat anak-anaknya tersebut dan seiring perjalanan waktu dan ilmu ia pun bertambah, ia menyadari bahwa ia telah salah dalam mendidik anaknya.
Ia pun sadar bahwa kalau hal ini terus berlanjut akan mempengaruhi keharmonisan dalam rumah tangga.
Barulah anak-anak yang lahir setelahnya ia berusaha untuk mendidiknya dengan cara yang lebih lembut tapi tidak memanjakan.
Begitupula dengan anak-anaknya. Sebagai seorang anak pertama, ia merasa sebagai bahan percobaan dari didikan keras ayahnya. Sampai telah tumbuh dewasa bahkan sudah memiliki anak, rasa bencinya terhadap sang ayah tidak bisa dihilangkan.
Semua kegagalan yang menimpa dirinya langsung dialamatkan kepada kesalahan sang ayah pada masa lalu.
Adapun dengan sikap anak keduanya, dia dapat menilai sikap salah dari ayah nya itu. Namun ia pun cepat memahami dan memaafkan sikap ayahnya tersebut.
Bagi dirinya, buat apa selalu menyalahakan ayah toh dia adalah orang tua yang harus selalu dihormati dan disayanginya, apalagi Islam pun mensyareatkannya demikian.
“………Dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-keduanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik.” (QS. Al-Isra {17}:23)
Sisi yang lain adalah sebuah potret keluarga yang terlalu memanjakan sang anak. Saya pernah membaca sebuah artikel kisah nyata, yang isinya menceritakan ada seorang keluarga yang hanya memiliki seorang anak. Saking sayangnya mereka pun berusaha memberikan yang terbaik bagi anak nya itu.
Sampai satu ketika sang anak meminta untuk kuliah di luar negeri untuk mengambil jurusan kedokteran.
Lagi-lagi sang ayah memenuhi keinginan anaknya tersebut, ditambah memang keadaan ekonomi yang cukup memadai.
Di luar negeri. Ternyata sang anak terbawa dengan kebiasaan orang-orang barat yaitu hidup mewah dan keglamoran lainnya.
Sikap hendonisnya pun semakin menjadi ketika sang anak dari keluarga kaya itu berkenalan dengan seorang wanita asing yang tinggal berdekatan dengan flat (di Indonesia mungkin bisa dibilang kos-kosan atau rumah kontrakan) nya.
Karena hubungannya yang sudah terlanjur jauh, sang gadis bule itu meminta untuk dinikahi sebab diperutnya telah tersimpan janin hasil perbuatan haram mereka.
Sang anak kini telah menjadi seorang ayah. Sebagai seorang suami ia harus menghidupi keluarganya. Karena belum mempunyai pekerjaan yang tetap, salah satu penghasilan dirinya adalah menunggu kiriman uang dari orang tuanya saja.
Sampai akhirnya orang tuanya merasa heran, batas waktu kuliah yang seharusnya selesai belum juga selesai. Singkat cerita harta sang ayah kini mulai habis, si anak yang berada di negeri sebrang itu jarang dikirim lagi uang ia pun mulai merasa dicampakan oleh orang tuanya.
Ia mulai bangkit dan berusaha mandiri. Sehingga ketika ia lulus dan mendapat gelar dokternya ia dan istri bulenya itu pulang ke daerah asalnya dan membuka praktek disana.
Sang dokter muda itu sekarang makin terkenal, sampai-sampai terdengarlah berita kemasyhuran dokter baru itu kepada orang tuanya.
Dengan penuh rasa kegembiraan, orang tuanya langsung mendatangi tempat yang dimaksud. Setibanya disana, mereka dapat memastikan bahwa dokter kaya itu adalah anak semata wayangnya yang selama ini menjadi dambaan keluarga.
Sayang, bukan sambutan yang diterimanya, cacian dan makian keluar dari mulut sang dokter tersebut.
Sang ayah hanya mengelus dada dan kecewa terhadap sang anak. Anak yang tadinya diharapkan meneruskan kedigjayaan keluarga, kini menjadi sesosok orang yang buruk budi pekertinya.
Allah menunjukan ke Maha Besaran Nya, suatu hari dia bersama keluarganya mendapatkan musibah dalam sebuah kecelakaan. Ajal pun tak bisa lari dari mereka, seluruh harta kekayaannya kini menjadi milik kedua orangtuanya.
Anak memang titipan, tapi ia pun bisa menjadi ujian atau cobaan. Setiap ayah pastinya ingin memberikan yang terbaik bagi anak-anaknya, tapi yang sangat disayangkan disini adalah ketika sikap atau cara mendidik kita yang keterlaluan dan berlebihan.
Terlalu keras, sehingga sang anak menjadi bumerang bagi diri sang ayah sendiri. Juga terlalu lembek dan cenderung memanjakan yang akhirnya sang anak selalu tergantung kepada orang tua.
Dua sisi dari sikap sang ayah ini adalah fenomena yang sering kita temukan dalam bingkai kehidupan anak manusia. Dan sekali lagi hal tersebut bisa menjadi penyebab ketidak harmonisan dalam keluarga.
Keluarga sakinah bukan berarti keluarga yang bebas dari beban dan ujian. Justru ujian itu akan ada dan selalu ada, tergantung bagaimana kita menyikapi semua itu.
Mengarungi biduk rumah tangga adalah perjalanan yang penuh liku. Kadang turun dan kadang menanjak. Kita harus memiliki kendali, dimana kita bisa mengerem disaat turun dan menginjak gas disaat naik agar bahtera keluarga kita bisa terus stabil dan seimbang.
Manusia normal adalah yang menyukai dengan seimbang dan membenci juga dengan seimbang. Segalanya diukur dengan timbangan keadilan. Disebutkan, “Jika Anda melihat adanya sikap israf (berlebihan) atau ifrath (keterlaluan) pada suatu sisi, maka akan ada juga sikap taqtir atau tafrith (kelalaian) pada sisi lainnya”. (Mesra Sepanjang usia, karya Syaikh Muhammad Mahmud, Pustala Al-Kautsar hal. 52).
Allah telah memberikan kedudukan yang mulia bagi siapa saja yang telah menjadi seorang ayah. Oleh karena itu kesempatan yang diberikan ini pun sudah seharusnya jangan sampai disia-siakan begitu saja.
Rasulallah pun memberikan kabar gembira kepada setiap ayah, melalui sabda beliau:
ثَلاَثٌ دَعْوَاتٍ مُسْتَجَابَاتٌ لاَ شَكَّ فِيْهِنَّ دَعْوَةُ اْلوَالِدِل وَ دَعْوَةُ الْمُسَافِرِوَ دَعْوَةُ الْمَظْلُوْمِ

“Tiga Doa yang mustajab dan tidak ada keraguan di dalamnya, yaitu Do’a seorang ayah dan do’a seorang yang sedang berpergian dan do’a orang yang terdzholimi…” (HR. Abu Daud)
Dalam hadits yang lain dengan redaksi yang hampir sama, yaitu do’a seorang ayah untuk anaknya.
Masya Allah, kita harus meyakini bahwa doa sang ayah adalah maqbul alias mustajab. Maka berikanlah perkatan-perkatan yang baik kepada anak-anak kita agar anak kita menjadi anak yang sholeh.
Lebih jauh dari pada itu semua, kita berharap hubungan baik pun dapat terjalin antara ayah dengan anaknya.
wahai engkau para ayah. Sekali lagi tentu kita sangat menyayangi anak-anak kita, sebab merekalah penerus harapan dan cita-cita keluarga.
Jangan merasa engkau belum berhasil dalam mendidik anak-anakmu dikarenakan engkau seorang yang tak berharta. Juga jangan berlebihan jika di dunia ini engkau memiliki segalanya, berikanlah sesuai dengan batas-batas tertentu, tidak pelit dan juga tidak boros.
Jika memang engkau tak memiliki harta ataupun ilmu yang ingin engkau warisi demi anak-anakmu, engkau masih memiliki seuntai do’a.
“Duhai ananda, maafkan ayah jika ayah tidak bisa memberikanmu yang terbaik. Ayah belum sempat mensekolahkanmu untuk menutut ilmu agama sesuai dengan cita-citamu itu.
Maafkan ayah karena tak bisa mewarisi harta yang melimpah, tapi….perlu engkau tahu wahai anakku, bahwa aku telah mempersiapkan seuntai kata untukmu. Kata-kata yang akan mempertemukan kita di surgaNya nanti. Ya…kita akan bertemu di sana, di taman firdaus. Kita akan kembali membina sebuah keluarga yang paling bahagia diantara keluarga-keluarga yang ada di dunia. Salam sayang dari ayahmu….”

Tinggalkan komentar